Parang Betuah adalah cerita rakyat yang berasa dari Desa Burai, Tanjung Batu (sekarang masuk wilayah Kabupaten Ogan Ilir/OI). Kisah ini menceritakan tentang kesaktian sebuah parang yang dibuat oleh seorang pandai besi yang berasal dari Pulau Jawa. Orang tersebut bernama Puyang Sampurayo.
Alkisah, pada masa dahulu, di wilayah sekitar Tanjung Batu banyak perampok. Rakyat merasa tidak nyaman dengan ulah para perampok yang kian merajalela, baik siang maupun malam, baik di perairan sungai maupun di darat. Sampai kemudian datang seorang pandai besi yang konon berasal dari tanah Jawa. Orang yang kemudian dikenal dengan nama Puyang Sampurayo ini ternyata memiliki ilmu kanuragan yang tinggi di samping memiliki keahlian membuat alat-alat pertanian, khususnya senjata tajam (parang/golok).
Menyaksikan keganasan para perampok yang sering mengganggu penduduk itu membuat Puyang Sampurayo gerah. Dengan dibantu beberapa penduduk ia pun mencoba melawan para perampok yang datang ke kampung. Sampai akhirnya tak satu pun perampok yang lolos dari cengkramannya. Para perampok yang menyadari kekeliruannya dan menyerah dimaafkan dan bahkan ada yang tinggal di desa tersebut. Sementara mereka yang terus melawan terpaksa juga dilawan dengan kekerasan.
Lama kelamaan para begundal yang tersisa pun ketakutan setelah mendengar banyak teman-teman seprofesinya yang ditangkap maupun yang mati di tangan Puyang Sampurayo. Akhirnya mereka pun ada yang menyerahkan diri secara baik-baik dan ada pula yang justru menjauh menghindari desa sekitar itu.
Kabar tentang kegagahberanian Puyang Sampurayo cepat menyebar ke mana-mana. Bahkan sampai pula ke telinga penguasa di daerah itu, yaitu Raja Usang Gobang. Usang Gobang merasa iri mendengar kabar kesaktian Puyang Sampurayo. Terlebih rakyat pun sangat banyak yang simpatik terhadap budi baik Puyang dari tanah Jawa itu. Karena di samping ia memiliki ilmu beladiri yang hebat, Puyang juga dikenal sebagai orang yang rendah diri dan suka menolong.
Di sisi lain, sebenarnya rakyat sendiri banyak yang kurang simpatik dengan Raja Usang Gobang. Sebab ia dikenal rakyat sebagai raja yang sombong dan congkak. Bahkan sering berlaku sewenanmg-wenang terhadap rakyat.
Karena sikap rakyat yang banyak simpatik terhadap Puyang Sampurayo inilah Raja Usang Gobang merasa cemburu dan iri. Ia tidak rela diperlakukan seperti itu oleh rakyatnya. Maka ia pun memutuskan utntuk membuat suatu perhitungan terhadap Puyang Sampurayo. Dibuatnya rencana khusus untuk menjebak atau melenyapkan Sang Puyang.
Suatu hari Raja Usang Gobang memerintahkan beberapa orang pasukannya pergi ke rumah Puyang Sampurayo. Ia akan memerintahkan Puyang membuat sebuah parang bertuah yang diperkirakan tidak akan mampu dibuat oleh Mpu pandai besi itu.
“Sampaikan kepada Puyang Sampurayo bahwa aku minta dibuatkan sebuah parang sakti dalam satu minggu ini. Beritahukan sama dia, bahwa sebagai bukti kesaktian parang itu, parang itu tidak akan mampu diangkat oleh tujuh orang yang berilmu tinggi sekalipun, selain olehku.” perintah Usang Gobang dengan nada tinggi. Ia yakin, Puyang Sampurayo tidak akan mampu memenuhi permintaannya itu.
“Baik, Paduka Raja. Apa ada perintah lain, Paduka?” Tanya seorang prajurit yang hendak diutus.
“Kalau dia tidak sanggup, maka kepalanyalah yang akan menjadi taruhannya! Ingat, hanya satu minggu!” tandas Usang Gobang.
Prajurit yang diutus itu pun bergegas undur diri setelah memberi hormat. Ia dan beberapa kawannya langsung menuju ke rumah Puyang Sampurayo. Saat itu, kebetulah Sang Puyang berada di rumahnya. Ia tengah membuat beberapa parang bersama beberapa anak buahnya. Di desa tersebut, parang buatan Puyang sudah sangat dikenal baik mutunya .
Setelah dipersilakan masuk ke dalam rumah oleh Puyang Sampurayo, prajurit itu pun menyampaikan maksud kedatangannya seperti halnya yang diperintahkan Raja Usang Gobang.
“Maaf Puyang, kami hanya menyampaikan perintah!” ucap seorang prajurit setelah ia menyampaikan pesan rajanya.
“Aku maklum dengan kalian. Tapi rasanya, permintaan Raja Usang Gobang itu berat sekali. Sedangkan untuk membuat parang biasa saja kami memerlukan waktu beberapa hari.” ucap Puyang Sampurayo mencoba tenang. Tetapi walau bagaimanapun, ia tidak bisa menolak permintaan Raja Usang Gobang. Sebab alternatifnya, kepalanyalah yang akan jadi taruhan! “Sampaikan pada Paduka, aku akan berusaha semampuku.” lanjut Puyang kemudian.
Setelah mendengar keputusan Puyang Sampurayo, para prajurit itu pun kembali ke istana. Mereka akan mengabarkan kepada rajanya apa-apa yang telah disampaikan pandai besi yang dikenal sakti itu.
“Puyang Sampurayo menyanggupinya, Paduka, meski kelihatannya beliau sangat berat hati.” lapor seorang prajurit.
“Bagus. Kalau begitu, kita tunggu saja dalam seminggu ini. Pas pada hari ketujuh aku akan datang mengambilnya, atau pandai besi itu disuruh menyerahkan kepalanya!” Raja usang Gobang tersenyum puas. Ia yakin, Puyang Sampurayo tidak akan berhasil membuat parang sakti seperti yang dikehendakinya.
Sementara itu, di rumahnya, Puyang Sampurayo bepikir keras untuk memenuhi permintaan Raja Usang Gobang. Ia merasa tidak mengerti dan sangat bingung untuk memenuhi permintaan Usang Gobang yang dirasakan aneh dan mengada-ada itu.
Sebagai orang yang sudah sarat dengan pengalaman, Puyang Sampurayo bermenung sejenak sambil memhohon pada Yang Maha Kuasa agar diberi petunjuk. Akhirnya, setelah lama berpikir, ia mendapat akal untuk membuat sebuah parang yang berat dan besar. Parang itu akan dibuatnya dari besi seberat dua pikul (dua kuintal).
Mulai hari itu juga, dibantu beberapa anak buahnya, Puyang Sampurayo segera mencairkan segala besi yang ada. Pesanan dari penduduk pun terpaksa ia hentikan.
Kabar permintaan Usang Gobang terhadap Puyang segera tersiar ke seluruh masyarakat. Mereka banyak yang prihatin, namun tidak bisa membantu secara langsung. Mereka hanya bisa berdoa agar Sang Puyang dapat memenuhi permintaan dari raja mereka yang dikenal congkak itu.
Setiap hari, siang dan malam, Puyang Sampurayo terus bekerja untuk membuat parang tersebut. Tidak lupa ia pun berdoa kepada Sang Maha Pencipta agar parang itu pun diberi tuah. Hingga pada akhirnya sampailah hari ketujuh seperti yang dijanjikan. Usang Gobang, yang tentu saja bersama para prajuritnya, akan datang mengambil parang itu atau kepalanyalah yang akan dipenggal Sang Raja.
Sepanjang jalan, Usang Gobang selalu tersenyum dan tertawa penuh kemenangan. Ia mengira Puyang Sampurayo tidak bisa melaksanakan perintahnya untuk membuat sebuah parang sakti yang tidak bisa diangkat oleh tujuh orang prajurit. Ia sengaja datang pagi-pagi untuk membuat kejutan. Atau setidaknya, ia meyakini bahwa pagi itu parang yang dipesan pasti belum jadi.
Setelah tiba di rumah Puyang Sampurayo, Raja Usang Gobang tercengang melihat parang panjang dan besar yang sudah disiapkan, terpasang melintang pada beberapa cagak kayu. Ia melihat parang itu sudah jadi dan tampak sempurna.
“Maaf Paduka Raja, sebenarnya parang ini belum sempurna benar. Hamba baru selesai menyepuhnya sehingga parang ini masih sangat panas.” ucap Puyang Sampurayo.
Raja Usang Gobang tidak menyahut. Ia langsung memerintahkan kepada tujuh anak buahnya untuk mengangkat parang tersebut sebagai uji coba. Namun ternyata ketujuh anak buahnya tak mampu mengangkat parang sakti yang berat dan sangat panas itu. Tangan dan pundak mereka melepuh. Mereka menjerit kesakitan.
Darah Usang Gobang mendesir. Ternyata dugaannya meleset jauh. Hatinya mengumpat dan mencaci maki Puyang Sampurayo. Meski ia sangat marah namun ia mencoba menahannya. Dengan kesombongannya ia menyuruh anak buahnya menyingkir. Usang Gobang mendekat untuk mengangkat parang tersebut.
“Enyahlah kalian! Mengangkat parang seperti ini saja kalian tidak mampu!” hardik Usang Gobang.
Sebenanrnya Usang Gobang pun sangat menyadari bahwa parang tersebut berat dan panas. Ia mulai ragu, jangan-jangan ilmu yang dimilikinya pun tidak akan mampu untuk mengangkat parang tersebut. Tetapi karena rasa gengsinya dan amarahnya sudah meluap, ia tetap maju untuk mengangkat parang tersebut.
Begitu sudah di dekat parang, Usang Gobang membaca beberapa mantra. Lalu kedua tangannya menyentuh parang itu untuk diangkat. Ia tersenyum sejenak karena mantranya dianggap ampuh. Namun sesaat kemudian bibirnya mulai meringis, matanya mulai merah dan berair. Demikian juga keringat di keningnya mulai berjatuhan. Ia sungguh tak menyangka bahwa parang tersebut memang demikian panas dan berat. Namun ia tetap memaksakan diri. Kedua tangannya mulai melepuh dan terbakar. Ia terus mencoba menyangga dengan pundaknya. Pundaknya itu pun melepuh dan terbakar. Namun Raja yang sombong itu tampaknya tidak mau menyerah. Ia merasa malu kalau harus menyerah begitu saja. Akhirnya Raja Usang Gobang mati dengan tubuhnya yang hangus, terbakar oleh hawa panas parang bertuah buatan Puyang sampurayo.
Konon, sampai sekarang kuburan Puyang Sampurayo masih ada di Desa Burai, Tanjung Batu. Kuburan tersebut dikeramatkan warga sekitarnya. Sampai sekarang pula, di wilayah tersebut masyarakatnya banyak yang menjadi pandai besi.[TAMAT]
CATATAN:
1. Puyang: sebutan untuk orang yang memiliki kelebihan/kesaktian. Di daerah Jawa
disebut Eyang.
2. Parang bertuah : parang yang memiliki kesaktian.
3. Cerita ini diramu dari berbagai sumber tertulis dan lisan.
4. Ilmu kanuragan : ilmu untuk bela diri.
5. Tuah: sakti, keramat, berkat (pengaruh) yang mendatangkan keuntungan (kebahagiaan,
keselamatan, dsb).
Tuesday, November 9, 2010
PARANG BETUAH
Alkisah, pada masa dahulu, di wilayah sekitar Tanjung Batu banyak perampok. Rakyat merasa tidak nyaman dengan ulah para perampok yang kian merajalela, baik siang maupun malam, baik di perairan sungai maupun di darat. Sampai kemudian datang seorang pandai besi yang konon berasal dari tanah Jawa. Orang yang kemudian dikenal dengan nama Puyang Sampurayo ini ternyata memiliki ilmu kanuragan yang tinggi di samping memiliki keahlian membuat alat-alat pertanian, khususnya senjata tajam (parang/golok).
Menyaksikan keganasan para perampok yang sering mengganggu penduduk itu membuat Puyang Sampurayo gerah. Dengan dibantu beberapa penduduk ia pun mencoba melawan para perampok yang datang ke kampung. Sampai akhirnya tak satu pun perampok yang lolos dari cengkramannya. Para perampok yang menyadari kekeliruannya dan menyerah dimaafkan dan bahkan ada yang tinggal di desa tersebut. Sementara mereka yang terus melawan terpaksa juga dilawan dengan kekerasan.
Lama kelamaan para begundal yang tersisa pun ketakutan setelah mendengar banyak teman-teman seprofesinya yang ditangkap maupun yang mati di tangan Puyang Sampurayo. Akhirnya mereka pun ada yang menyerahkan diri secara baik-baik dan ada pula yang justru menjauh menghindari desa sekitar itu.
Kabar tentang kegagahberanian Puyang Sampurayo cepat menyebar ke mana-mana. Bahkan sampai pula ke telinga penguasa di daerah itu, yaitu Raja Usang Gobang. Usang Gobang merasa iri mendengar kabar kesaktian Puyang Sampurayo. Terlebih rakyat pun sangat banyak yang simpatik terhadap budi baik Puyang dari tanah Jawa itu. Karena di samping ia memiliki ilmu beladiri yang hebat, Puyang juga dikenal sebagai orang yang rendah diri dan suka menolong.
Di sisi lain, sebenarnya rakyat sendiri banyak yang kurang simpatik dengan Raja Usang Gobang. Sebab ia dikenal rakyat sebagai raja yang sombong dan congkak. Bahkan sering berlaku sewenanmg-wenang terhadap rakyat.
Karena sikap rakyat yang banyak simpatik terhadap Puyang Sampurayo inilah Raja Usang Gobang merasa cemburu dan iri. Ia tidak rela diperlakukan seperti itu oleh rakyatnya. Maka ia pun memutuskan utntuk membuat suatu perhitungan terhadap Puyang Sampurayo. Dibuatnya rencana khusus untuk menjebak atau melenyapkan Sang Puyang.
Suatu hari Raja Usang Gobang memerintahkan beberapa orang pasukannya pergi ke rumah Puyang Sampurayo. Ia akan memerintahkan Puyang membuat sebuah parang bertuah yang diperkirakan tidak akan mampu dibuat oleh Mpu pandai besi itu.
“Sampaikan kepada Puyang Sampurayo bahwa aku minta dibuatkan sebuah parang sakti dalam satu minggu ini. Beritahukan sama dia, bahwa sebagai bukti kesaktian parang itu, parang itu tidak akan mampu diangkat oleh tujuh orang yang berilmu tinggi sekalipun, selain olehku.” perintah Usang Gobang dengan nada tinggi. Ia yakin, Puyang Sampurayo tidak akan mampu memenuhi permintaannya itu.
“Baik, Paduka Raja. Apa ada perintah lain, Paduka?” Tanya seorang prajurit yang hendak diutus.
“Kalau dia tidak sanggup, maka kepalanyalah yang akan menjadi taruhannya! Ingat, hanya satu minggu!” tandas Usang Gobang.
Prajurit yang diutus itu pun bergegas undur diri setelah memberi hormat. Ia dan beberapa kawannya langsung menuju ke rumah Puyang Sampurayo. Saat itu, kebetulah Sang Puyang berada di rumahnya. Ia tengah membuat beberapa parang bersama beberapa anak buahnya. Di desa tersebut, parang buatan Puyang sudah sangat dikenal baik mutunya .
Setelah dipersilakan masuk ke dalam rumah oleh Puyang Sampurayo, prajurit itu pun menyampaikan maksud kedatangannya seperti halnya yang diperintahkan Raja Usang Gobang.
“Maaf Puyang, kami hanya menyampaikan perintah!” ucap seorang prajurit setelah ia menyampaikan pesan rajanya.
“Aku maklum dengan kalian. Tapi rasanya, permintaan Raja Usang Gobang itu berat sekali. Sedangkan untuk membuat parang biasa saja kami memerlukan waktu beberapa hari.” ucap Puyang Sampurayo mencoba tenang. Tetapi walau bagaimanapun, ia tidak bisa menolak permintaan Raja Usang Gobang. Sebab alternatifnya, kepalanyalah yang akan jadi taruhan! “Sampaikan pada Paduka, aku akan berusaha semampuku.” lanjut Puyang kemudian.
Setelah mendengar keputusan Puyang Sampurayo, para prajurit itu pun kembali ke istana. Mereka akan mengabarkan kepada rajanya apa-apa yang telah disampaikan pandai besi yang dikenal sakti itu.
“Puyang Sampurayo menyanggupinya, Paduka, meski kelihatannya beliau sangat berat hati.” lapor seorang prajurit.
“Bagus. Kalau begitu, kita tunggu saja dalam seminggu ini. Pas pada hari ketujuh aku akan datang mengambilnya, atau pandai besi itu disuruh menyerahkan kepalanya!” Raja usang Gobang tersenyum puas. Ia yakin, Puyang Sampurayo tidak akan berhasil membuat parang sakti seperti yang dikehendakinya.
Sementara itu, di rumahnya, Puyang Sampurayo bepikir keras untuk memenuhi permintaan Raja Usang Gobang. Ia merasa tidak mengerti dan sangat bingung untuk memenuhi permintaan Usang Gobang yang dirasakan aneh dan mengada-ada itu.
Sebagai orang yang sudah sarat dengan pengalaman, Puyang Sampurayo bermenung sejenak sambil memhohon pada Yang Maha Kuasa agar diberi petunjuk. Akhirnya, setelah lama berpikir, ia mendapat akal untuk membuat sebuah parang yang berat dan besar. Parang itu akan dibuatnya dari besi seberat dua pikul (dua kuintal).
Mulai hari itu juga, dibantu beberapa anak buahnya, Puyang Sampurayo segera mencairkan segala besi yang ada. Pesanan dari penduduk pun terpaksa ia hentikan.
Kabar permintaan Usang Gobang terhadap Puyang segera tersiar ke seluruh masyarakat. Mereka banyak yang prihatin, namun tidak bisa membantu secara langsung. Mereka hanya bisa berdoa agar Sang Puyang dapat memenuhi permintaan dari raja mereka yang dikenal congkak itu.
Setiap hari, siang dan malam, Puyang Sampurayo terus bekerja untuk membuat parang tersebut. Tidak lupa ia pun berdoa kepada Sang Maha Pencipta agar parang itu pun diberi tuah. Hingga pada akhirnya sampailah hari ketujuh seperti yang dijanjikan. Usang Gobang, yang tentu saja bersama para prajuritnya, akan datang mengambil parang itu atau kepalanyalah yang akan dipenggal Sang Raja.
Sepanjang jalan, Usang Gobang selalu tersenyum dan tertawa penuh kemenangan. Ia mengira Puyang Sampurayo tidak bisa melaksanakan perintahnya untuk membuat sebuah parang sakti yang tidak bisa diangkat oleh tujuh orang prajurit. Ia sengaja datang pagi-pagi untuk membuat kejutan. Atau setidaknya, ia meyakini bahwa pagi itu parang yang dipesan pasti belum jadi.
Setelah tiba di rumah Puyang Sampurayo, Raja Usang Gobang tercengang melihat parang panjang dan besar yang sudah disiapkan, terpasang melintang pada beberapa cagak kayu. Ia melihat parang itu sudah jadi dan tampak sempurna.
“Maaf Paduka Raja, sebenarnya parang ini belum sempurna benar. Hamba baru selesai menyepuhnya sehingga parang ini masih sangat panas.” ucap Puyang Sampurayo.
Raja Usang Gobang tidak menyahut. Ia langsung memerintahkan kepada tujuh anak buahnya untuk mengangkat parang tersebut sebagai uji coba. Namun ternyata ketujuh anak buahnya tak mampu mengangkat parang sakti yang berat dan sangat panas itu. Tangan dan pundak mereka melepuh. Mereka menjerit kesakitan.
Darah Usang Gobang mendesir. Ternyata dugaannya meleset jauh. Hatinya mengumpat dan mencaci maki Puyang Sampurayo. Meski ia sangat marah namun ia mencoba menahannya. Dengan kesombongannya ia menyuruh anak buahnya menyingkir. Usang Gobang mendekat untuk mengangkat parang tersebut.
“Enyahlah kalian! Mengangkat parang seperti ini saja kalian tidak mampu!” hardik Usang Gobang.
Sebenanrnya Usang Gobang pun sangat menyadari bahwa parang tersebut berat dan panas. Ia mulai ragu, jangan-jangan ilmu yang dimilikinya pun tidak akan mampu untuk mengangkat parang tersebut. Tetapi karena rasa gengsinya dan amarahnya sudah meluap, ia tetap maju untuk mengangkat parang tersebut.
Begitu sudah di dekat parang, Usang Gobang membaca beberapa mantra. Lalu kedua tangannya menyentuh parang itu untuk diangkat. Ia tersenyum sejenak karena mantranya dianggap ampuh. Namun sesaat kemudian bibirnya mulai meringis, matanya mulai merah dan berair. Demikian juga keringat di keningnya mulai berjatuhan. Ia sungguh tak menyangka bahwa parang tersebut memang demikian panas dan berat. Namun ia tetap memaksakan diri. Kedua tangannya mulai melepuh dan terbakar. Ia terus mencoba menyangga dengan pundaknya. Pundaknya itu pun melepuh dan terbakar. Namun Raja yang sombong itu tampaknya tidak mau menyerah. Ia merasa malu kalau harus menyerah begitu saja. Akhirnya Raja Usang Gobang mati dengan tubuhnya yang hangus, terbakar oleh hawa panas parang bertuah buatan Puyang sampurayo.
Konon, sampai sekarang kuburan Puyang Sampurayo masih ada di Desa Burai, Tanjung Batu. Kuburan tersebut dikeramatkan warga sekitarnya. Sampai sekarang pula, di wilayah tersebut masyarakatnya banyak yang menjadi pandai besi.[TAMAT]
CATATAN:
1. Puyang: sebutan untuk orang yang memiliki kelebihan/kesaktian. Di daerah Jawa
disebut Eyang.
2. Parang bertuah : parang yang memiliki kesaktian.
3. Cerita ini diramu dari berbagai sumber tertulis dan lisan.
4. Ilmu kanuragan : ilmu untuk bela diri.
5. Tuah: sakti, keramat, berkat (pengaruh) yang mendatangkan keuntungan (kebahagiaan,
keselamatan, dsb).
Tuesday, November 9, 2010
PARANG BETUAH
Alkisah, pada masa dahulu, di wilayah sekitar Tanjung Batu banyak perampok. Rakyat merasa tidak nyaman dengan ulah para perampok yang kian merajalela, baik siang maupun malam, baik di perairan sungai maupun di darat. Sampai kemudian datang seorang pandai besi yang konon berasal dari tanah Jawa. Orang yang kemudian dikenal dengan nama Puyang Sampurayo ini ternyata memiliki ilmu kanuragan yang tinggi di samping memiliki keahlian membuat alat-alat pertanian, khususnya senjata tajam (parang/golok).
Menyaksikan keganasan para perampok yang sering mengganggu penduduk itu membuat Puyang Sampurayo gerah. Dengan dibantu beberapa penduduk ia pun mencoba melawan para perampok yang datang ke kampung. Sampai akhirnya tak satu pun perampok yang lolos dari cengkramannya. Para perampok yang menyadari kekeliruannya dan menyerah dimaafkan dan bahkan ada yang tinggal di desa tersebut. Sementara mereka yang terus melawan terpaksa juga dilawan dengan kekerasan.
Lama kelamaan para begundal yang tersisa pun ketakutan setelah mendengar banyak teman-teman seprofesinya yang ditangkap maupun yang mati di tangan Puyang Sampurayo. Akhirnya mereka pun ada yang menyerahkan diri secara baik-baik dan ada pula yang justru menjauh menghindari desa sekitar itu.
Kabar tentang kegagahberanian Puyang Sampurayo cepat menyebar ke mana-mana. Bahkan sampai pula ke telinga penguasa di daerah itu, yaitu Raja Usang Gobang. Usang Gobang merasa iri mendengar kabar kesaktian Puyang Sampurayo. Terlebih rakyat pun sangat banyak yang simpatik terhadap budi baik Puyang dari tanah Jawa itu. Karena di samping ia memiliki ilmu beladiri yang hebat, Puyang juga dikenal sebagai orang yang rendah diri dan suka menolong.
Di sisi lain, sebenarnya rakyat sendiri banyak yang kurang simpatik dengan Raja Usang Gobang. Sebab ia dikenal rakyat sebagai raja yang sombong dan congkak. Bahkan sering berlaku sewenanmg-wenang terhadap rakyat.
Karena sikap rakyat yang banyak simpatik terhadap Puyang Sampurayo inilah Raja Usang Gobang merasa cemburu dan iri. Ia tidak rela diperlakukan seperti itu oleh rakyatnya. Maka ia pun memutuskan utntuk membuat suatu perhitungan terhadap Puyang Sampurayo. Dibuatnya rencana khusus untuk menjebak atau melenyapkan Sang Puyang.
Suatu hari Raja Usang Gobang memerintahkan beberapa orang pasukannya pergi ke rumah Puyang Sampurayo. Ia akan memerintahkan Puyang membuat sebuah parang bertuah yang diperkirakan tidak akan mampu dibuat oleh Mpu pandai besi itu.
“Sampaikan kepada Puyang Sampurayo bahwa aku minta dibuatkan sebuah parang sakti dalam satu minggu ini. Beritahukan sama dia, bahwa sebagai bukti kesaktian parang itu, parang itu tidak akan mampu diangkat oleh tujuh orang yang berilmu tinggi sekalipun, selain olehku.” perintah Usang Gobang dengan nada tinggi. Ia yakin, Puyang Sampurayo tidak akan mampu memenuhi permintaannya itu.
“Baik, Paduka Raja. Apa ada perintah lain, Paduka?” Tanya seorang prajurit yang hendak diutus.
“Kalau dia tidak sanggup, maka kepalanyalah yang akan menjadi taruhannya! Ingat, hanya satu minggu!” tandas Usang Gobang.
Prajurit yang diutus itu pun bergegas undur diri setelah memberi hormat. Ia dan beberapa kawannya langsung menuju ke rumah Puyang Sampurayo. Saat itu, kebetulah Sang Puyang berada di rumahnya. Ia tengah membuat beberapa parang bersama beberapa anak buahnya. Di desa tersebut, parang buatan Puyang sudah sangat dikenal baik mutunya .
Setelah dipersilakan masuk ke dalam rumah oleh Puyang Sampurayo, prajurit itu pun menyampaikan maksud kedatangannya seperti halnya yang diperintahkan Raja Usang Gobang.
“Maaf Puyang, kami hanya menyampaikan perintah!” ucap seorang prajurit setelah ia menyampaikan pesan rajanya.
“Aku maklum dengan kalian. Tapi rasanya, permintaan Raja Usang Gobang itu berat sekali. Sedangkan untuk membuat parang biasa saja kami memerlukan waktu beberapa hari.” ucap Puyang Sampurayo mencoba tenang. Tetapi walau bagaimanapun, ia tidak bisa menolak permintaan Raja Usang Gobang. Sebab alternatifnya, kepalanyalah yang akan jadi taruhan! “Sampaikan pada Paduka, aku akan berusaha semampuku.” lanjut Puyang kemudian.
Setelah mendengar keputusan Puyang Sampurayo, para prajurit itu pun kembali ke istana. Mereka akan mengabarkan kepada rajanya apa-apa yang telah disampaikan pandai besi yang dikenal sakti itu.
“Puyang Sampurayo menyanggupinya, Paduka, meski kelihatannya beliau sangat berat hati.” lapor seorang prajurit.
“Bagus. Kalau begitu, kita tunggu saja dalam seminggu ini. Pas pada hari ketujuh aku akan datang mengambilnya, atau pandai besi itu disuruh menyerahkan kepalanya!” Raja usang Gobang tersenyum puas. Ia yakin, Puyang Sampurayo tidak akan berhasil membuat parang sakti seperti yang dikehendakinya.
Sementara itu, di rumahnya, Puyang Sampurayo bepikir keras untuk memenuhi permintaan Raja Usang Gobang. Ia merasa tidak mengerti dan sangat bingung untuk memenuhi permintaan Usang Gobang yang dirasakan aneh dan mengada-ada itu.
Sebagai orang yang sudah sarat dengan pengalaman, Puyang Sampurayo bermenung sejenak sambil memhohon pada Yang Maha Kuasa agar diberi petunjuk. Akhirnya, setelah lama berpikir, ia mendapat akal untuk membuat sebuah parang yang berat dan besar. Parang itu akan dibuatnya dari besi seberat dua pikul (dua kuintal).
Mulai hari itu juga, dibantu beberapa anak buahnya, Puyang Sampurayo segera mencairkan segala besi yang ada. Pesanan dari penduduk pun terpaksa ia hentikan.
Kabar permintaan Usang Gobang terhadap Puyang segera tersiar ke seluruh masyarakat. Mereka banyak yang prihatin, namun tidak bisa membantu secara langsung. Mereka hanya bisa berdoa agar Sang Puyang dapat memenuhi permintaan dari raja mereka yang dikenal congkak itu.
Setiap hari, siang dan malam, Puyang Sampurayo terus bekerja untuk membuat parang tersebut. Tidak lupa ia pun berdoa kepada Sang Maha Pencipta agar parang itu pun diberi tuah. Hingga pada akhirnya sampailah hari ketujuh seperti yang dijanjikan. Usang Gobang, yang tentu saja bersama para prajuritnya, akan datang mengambil parang itu atau kepalanyalah yang akan dipenggal Sang Raja.
Sepanjang jalan, Usang Gobang selalu tersenyum dan tertawa penuh kemenangan. Ia mengira Puyang Sampurayo tidak bisa melaksanakan perintahnya untuk membuat sebuah parang sakti yang tidak bisa diangkat oleh tujuh orang prajurit. Ia sengaja datang pagi-pagi untuk membuat kejutan. Atau setidaknya, ia meyakini bahwa pagi itu parang yang dipesan pasti belum jadi.
Setelah tiba di rumah Puyang Sampurayo, Raja Usang Gobang tercengang melihat parang panjang dan besar yang sudah disiapkan, terpasang melintang pada beberapa cagak kayu. Ia melihat parang itu sudah jadi dan tampak sempurna.
“Maaf Paduka Raja, sebenarnya parang ini belum sempurna benar. Hamba baru selesai menyepuhnya sehingga parang ini masih sangat panas.” ucap Puyang Sampurayo.
Raja Usang Gobang tidak menyahut. Ia langsung memerintahkan kepada tujuh anak buahnya untuk mengangkat parang tersebut sebagai uji coba. Namun ternyata ketujuh anak buahnya tak mampu mengangkat parang sakti yang berat dan sangat panas itu. Tangan dan pundak mereka melepuh. Mereka menjerit kesakitan.
Darah Usang Gobang mendesir. Ternyata dugaannya meleset jauh. Hatinya mengumpat dan mencaci maki Puyang Sampurayo. Meski ia sangat marah namun ia mencoba menahannya. Dengan kesombongannya ia menyuruh anak buahnya menyingkir. Usang Gobang mendekat untuk mengangkat parang tersebut.
“Enyahlah kalian! Mengangkat parang seperti ini saja kalian tidak mampu!” hardik Usang Gobang.
Sebenanrnya Usang Gobang pun sangat menyadari bahwa parang tersebut berat dan panas. Ia mulai ragu, jangan-jangan ilmu yang dimilikinya pun tidak akan mampu untuk mengangkat parang tersebut. Tetapi karena rasa gengsinya dan amarahnya sudah meluap, ia tetap maju untuk mengangkat parang tersebut.
Begitu sudah di dekat parang, Usang Gobang membaca beberapa mantra. Lalu kedua tangannya menyentuh parang itu untuk diangkat. Ia tersenyum sejenak karena mantranya dianggap ampuh. Namun sesaat kemudian bibirnya mulai meringis, matanya mulai merah dan berair. Demikian juga keringat di keningnya mulai berjatuhan. Ia sungguh tak menyangka bahwa parang tersebut memang demikian panas dan berat. Namun ia tetap memaksakan diri. Kedua tangannya mulai melepuh dan terbakar. Ia terus mencoba menyangga dengan pundaknya. Pundaknya itu pun melepuh dan terbakar. Namun Raja yang sombong itu tampaknya tidak mau menyerah. Ia merasa malu kalau harus menyerah begitu saja. Akhirnya Raja Usang Gobang mati dengan tubuhnya yang hangus, terbakar oleh hawa panas parang bertuah buatan Puyang sampurayo.
Konon, sampai sekarang kuburan Puyang Sampurayo masih ada di Desa Burai, Tanjung Batu. Kuburan tersebut dikeramatkan warga sekitarnya. Sampai sekarang pula, di wilayah tersebut masyarakatnya banyak yang menjadi pandai besi.[TAMAT]
CATATAN:
1. Puyang: sebutan untuk orang yang memiliki kelebihan/kesaktian. Di daerah Jawa
disebut Eyang.
2. Parang bertuah : parang yang memiliki kesaktian.
3. Cerita ini diramu dari berbagai sumber tertulis dan lisan.
4. Ilmu kanuragan : ilmu untuk bela diri.
5. Tuah: sakti, keramat, berkat (pengaruh) yang mendatangkan keuntungan (kebahagiaan,
keselamatan, dsb).
0 comments on "PARANG BETUAH"
Post a Comment