Puisi Indonesia lama disebut juga puisi melayu klasik. Sesuai dengan masyarakat lama, puisi melayu klasik ini mengekspresikan pikiran, gagasan, perasaan orang pada zamannya, dan adat istiadat pada zaman itu.
Ada macam-macam jenis puisi lama: puisi mantra, seloka, gurindam, pantun, dan syair
Pantun adalah jenis puisi lama yang terdiri dari empat baris, memiliki rima (persamaan bunyi) / a b a b /, dengan baris pertama dan kedua merupakan sampiran (semacam teka-teki) dan baris ketiga dan empat merupakan isi.
Contoh:
Tanam melati di rama-rama
Ubur-ubur sampingan dua
Biarlah mati kita bersama
Satu kubur kita berdua
Gurindam adalah jenis puisi lama yang terdiri atas dua baris, semuanya merupakan isi dan menunjukkan hubungan sebab akibat. Gurindam yang terkenal ditulis oleh Raja Ali Haji yang berjudul “Gurindam Dua Belas” yang terdiri atas dua belas pasal:
I
Barang siapa mengenal Allah
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah
Barang siapa mengenal akhirat
tahulah ia dunia mudarat
II
Barangsiapa meninggalkan sembahyang
seperti rumah tiada bertiang
Barangsiapa meninggalkan zakat
Tiadalah hartanya beroleh berkat
III
Apabila terpelihara lidah
niscaya dapat daripadanya paedah
Apabila perut terlalu penuh
Keluarlah fiil yang tiada senunuh
IV
Hati itu kerajaan di dalam tubuh
jikalau lalim, segala anggota pun rubuh
Pekerjaan marah jangan dibela
nanti hilang akal di kepala
V
Jika hendak mengenal orang yang berilmu
bertanya dan belajar tiadalah jemu
Jika hendak mengenal orang yang berakal
di dalam dunia mengambil bekal
VI
Cahari olehmu akan sahabat
yang boleh dijadikan obat
Cahari olehmu akan guru
yang boleh tahukah tiap seteru
VII
Apabila banyak berkata-kata
di situlah jalan masuknya dusta
Apabila anak tidak dilatih
jika besar bapaknya letih
VIII
Kepada dirinya ia aniaya
orang itu jangan engkau percaya
Keaiban orang jangan dibuka
keaiban diri hendaklah sangkaz
IX
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan
di situlah syaitan punya jamuan
Jika orang muda kuat berguru
dengan syaitan jadi berseteru
X
Dengan bapa jangan durhaka
supaya Allah tidak murka
Dengan ibu hendaklah hormat
supaya badan dapat selamat
XI
Hendaknya jadi kepala
buang perangai yang cela
Hendaklah memegang amanat
Buanglah segala khianat
XII
Ingatkan dirinya mati
itulah asal berbuat bakti
Akhirat itu terlalu nyata
kepada hati yang tidak buta
Syair berasal dari Arab yang artinya puisi (sajak). Dalam kesusastraan Indonesia, syair berarti puisi lama yang terdiri atas empat baris per bait, memiliki rima / a a a a /. Semua baris merupakan isi dan biasanya tidak selesai dalam satu bait karena digunakan untuk bercerita
1. Terdiri atas 4 baris sebait
2. Terdiri atas 4 atau 5 kata sebaris
3. Terdiri atas 8 sampai dengan 12 suka kata sebaris
4. Berima aaaa
5. Seluruh bait berupa isi
Lalulah berjalan Ken Tambuhan
diiringkah penglipur dengan tadahan
lemah lembut berjalan perlahan-lahan
lakunya manis memberi kasihan
Tunduk menangis segala puteri
Masing-masing berkata sama sendiri
Jahatnya perangai permaisuri
Lakunya seperti jin dan peri
Puisi Indonesia baru disebut juga puisi Indonesia modern. Sesuai dengan masyarakat baru. Puisi Indonesia modern mengedepankan pikiran, gagasan, perasaan orang pada masa kini.
Puisi Indonesia baru tidak dapat dipisahkan dari puisi lama sama sekali karena masih ada hubungan kesejajaran. Sastra yang baru merupakan tanggapan (response) sastra lama. Begitu juga puisi Indonesia baru merupakan tanggapan terhadap puisi Indonesia lama.
Puisi lama sangat terikat pada aturan-aturan yang ketat, yang mutlak. Dalam arti, aturan-aturan itu tidak boleh diubah atau tidak boleh dilanggar. Seperti halnya, bentuk syair dan pantun, pola sajak akhir syair harus a – a – a – a dan pantun harus berpola sajak akhir a – b – a – b.
Dalam puisi baru aturan-aturan itu dapat diperlonggar meskipun masih ada pola sajak akhir. Begitu juga, pembaitannya puisi baru menjadi lebih longgar. Dalam puisi lama tidak ada bait sajak yang gasal, dalam puisi baru ada bait sajak 3 baris, 5 baris, atau 9 baris.
Puisi Indonesia baru (modern) berkembang sejak 1920 hingga sekarang. Sesuai dengan perkembangan kesusastraan dan zaman, bentuk dan muatan puisi Indonesia baru selalu berkembang. Dengan demikian, jenis-jenis puisi Indonesia baru menjadi beragam-ragam.
Pada umumnya, puisi Indonesia baru dibagi menjadi angkatan-angkatan dan periode-periode, sebagai berikut:
1. Periode angkatan Pra-Pujangga Baru: 1920 – 1933
2. Periode Pujangga Baru: 1933 – 1942
3. Periode Angkatan 45: 1942 – 1955
4. Periode 1955 – 1970 (oleh Jassin disebut angkatan 66)
5. Periode 1970 – 1990
Dalam kurun waktu 1920-1996 ini berkembang jenis-jenis puisi Indonesia baru, soneta, balada, puisi bebas, pantun modern, puisi bergaya mantera, puisi cerita, puisi magis, distikon, tarzina, kuatrin, kuint, sektet, septina, stanza, ode, himne, elegi, epigram, satire, romance.
Puisi baru menurut jumlah baris puisi:
1. Distikon adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 2 baris
2. Tarzina adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 3 baris
3. Kuatrin adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 4 baris
4. Kuint adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 5 baris
5. Sektet adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 6 baris
6. Septina adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 7 baris
7. Stanza adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 8 baris
Puisi baru menurut isi/makna puisi:
• Ode adalah sajak yang isinya mengandung pujian kepada seseorang, suatu bangsa, atau sesuatu yang dianggap mulia
• Himne adalah sajak pujian kepada Tuhan yang Mahakuasa
• Elegi adalah sajak yang berisi duka nestapa
• Epigram adalah sajak yang berisi tentang ajaran moral
• Satire adalah sajak yang isinya mengecam, mengejek dengan kasar
• Romance adalah sajak yang berisi tentang cinta kasih
• Balada adalah sajak yang berisi cerita atau kisah yang mungkin terjadi atau hanya khayalan penyairnya saja
Puisi periode 1955-1970 masih meneruskan juga puisi liris Angkatan 45, tetapi pada periode itu muncul puisi balada. Balada ini digemari oleh para penyair muda pada waktu itu. Puisi balada ini berasaldari Barat (Inggris). Penyair yang pertama kali mempergunakan nama balada adalah W.S. Rendra.
Pada periode 1970-1990 timbul puisi (bergaya) mantera yang dipelopori oleh Sutardji Calzoum Bachri. Puisi mantera ini untuk menguasai dunia gaib, untuk konsentrasi, dan mendekatkan diri kepada tuhan. Akan tetapi juga untuk melukiskan bahan atau masalah-masalah lain.
Puisi-puisi Periode tahun 1950-an:
1. Rendra
2. Ramadhan K.H.
3. Ajip Rosidi
4. Subagio Sastrowardoyo
5. Teoti Heraty
6. Wing Karjo
7. Toto Sodarto Bachtiar
8. Rachmat Djoko Pradopo
9. Soeparwoto Wiraatmaja
Puisi-puisi Periode tahun 1960-1980:
1. Goenawan Mohamad
2. Taufiq Ismail
3. Sapardi Djoko Damono
4. Hartoyo Andangjaya
5. Sutardji Calzoum Bachri
6. Abdul Hadi W.M.
7. Yudhistira Adinugraha Massardi
8. Apip Mustofa
9. Piek Ardiyanto Supriyadi
10. Linus Suryadi Ag.
11. D. Zawawi Imron
Puisi Periode 1980-2000:
1. Hamid Jabar
2. Emha Ainun Nadjib
3. Agnes Sri Hartini Arswendo
4. Ahmadun Y. Herfanda
5. F. Rahardi
6. Rita Oetoro
7. Dorothea Rosa Herliany
8. Eka Budiana
9. Acep Zamzam Noor
10. K.H. Mustofa Bisri
Tuesday, November 9, 2010
PERBEDAAN PUISI LAMA DENGAN PUISI BARU
Ada macam-macam jenis puisi lama: puisi mantra, seloka, gurindam, pantun, dan syair
Pantun adalah jenis puisi lama yang terdiri dari empat baris, memiliki rima (persamaan bunyi) / a b a b /, dengan baris pertama dan kedua merupakan sampiran (semacam teka-teki) dan baris ketiga dan empat merupakan isi.
Contoh:
Tanam melati di rama-rama
Ubur-ubur sampingan dua
Biarlah mati kita bersama
Satu kubur kita berdua
Gurindam adalah jenis puisi lama yang terdiri atas dua baris, semuanya merupakan isi dan menunjukkan hubungan sebab akibat. Gurindam yang terkenal ditulis oleh Raja Ali Haji yang berjudul “Gurindam Dua Belas” yang terdiri atas dua belas pasal:
I
Barang siapa mengenal Allah
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah
Barang siapa mengenal akhirat
tahulah ia dunia mudarat
II
Barangsiapa meninggalkan sembahyang
seperti rumah tiada bertiang
Barangsiapa meninggalkan zakat
Tiadalah hartanya beroleh berkat
III
Apabila terpelihara lidah
niscaya dapat daripadanya paedah
Apabila perut terlalu penuh
Keluarlah fiil yang tiada senunuh
IV
Hati itu kerajaan di dalam tubuh
jikalau lalim, segala anggota pun rubuh
Pekerjaan marah jangan dibela
nanti hilang akal di kepala
V
Jika hendak mengenal orang yang berilmu
bertanya dan belajar tiadalah jemu
Jika hendak mengenal orang yang berakal
di dalam dunia mengambil bekal
VI
Cahari olehmu akan sahabat
yang boleh dijadikan obat
Cahari olehmu akan guru
yang boleh tahukah tiap seteru
VII
Apabila banyak berkata-kata
di situlah jalan masuknya dusta
Apabila anak tidak dilatih
jika besar bapaknya letih
VIII
Kepada dirinya ia aniaya
orang itu jangan engkau percaya
Keaiban orang jangan dibuka
keaiban diri hendaklah sangkaz
IX
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan
di situlah syaitan punya jamuan
Jika orang muda kuat berguru
dengan syaitan jadi berseteru
X
Dengan bapa jangan durhaka
supaya Allah tidak murka
Dengan ibu hendaklah hormat
supaya badan dapat selamat
XI
Hendaknya jadi kepala
buang perangai yang cela
Hendaklah memegang amanat
Buanglah segala khianat
XII
Ingatkan dirinya mati
itulah asal berbuat bakti
Akhirat itu terlalu nyata
kepada hati yang tidak buta
Syair berasal dari Arab yang artinya puisi (sajak). Dalam kesusastraan Indonesia, syair berarti puisi lama yang terdiri atas empat baris per bait, memiliki rima / a a a a /. Semua baris merupakan isi dan biasanya tidak selesai dalam satu bait karena digunakan untuk bercerita
1. Terdiri atas 4 baris sebait
2. Terdiri atas 4 atau 5 kata sebaris
3. Terdiri atas 8 sampai dengan 12 suka kata sebaris
4. Berima aaaa
5. Seluruh bait berupa isi
Lalulah berjalan Ken Tambuhan
diiringkah penglipur dengan tadahan
lemah lembut berjalan perlahan-lahan
lakunya manis memberi kasihan
Tunduk menangis segala puteri
Masing-masing berkata sama sendiri
Jahatnya perangai permaisuri
Lakunya seperti jin dan peri
Puisi Indonesia baru disebut juga puisi Indonesia modern. Sesuai dengan masyarakat baru. Puisi Indonesia modern mengedepankan pikiran, gagasan, perasaan orang pada masa kini.
Puisi Indonesia baru tidak dapat dipisahkan dari puisi lama sama sekali karena masih ada hubungan kesejajaran. Sastra yang baru merupakan tanggapan (response) sastra lama. Begitu juga puisi Indonesia baru merupakan tanggapan terhadap puisi Indonesia lama.
Puisi lama sangat terikat pada aturan-aturan yang ketat, yang mutlak. Dalam arti, aturan-aturan itu tidak boleh diubah atau tidak boleh dilanggar. Seperti halnya, bentuk syair dan pantun, pola sajak akhir syair harus a – a – a – a dan pantun harus berpola sajak akhir a – b – a – b.
Dalam puisi baru aturan-aturan itu dapat diperlonggar meskipun masih ada pola sajak akhir. Begitu juga, pembaitannya puisi baru menjadi lebih longgar. Dalam puisi lama tidak ada bait sajak yang gasal, dalam puisi baru ada bait sajak 3 baris, 5 baris, atau 9 baris.
Puisi Indonesia baru (modern) berkembang sejak 1920 hingga sekarang. Sesuai dengan perkembangan kesusastraan dan zaman, bentuk dan muatan puisi Indonesia baru selalu berkembang. Dengan demikian, jenis-jenis puisi Indonesia baru menjadi beragam-ragam.
Pada umumnya, puisi Indonesia baru dibagi menjadi angkatan-angkatan dan periode-periode, sebagai berikut:
1. Periode angkatan Pra-Pujangga Baru: 1920 – 1933
2. Periode Pujangga Baru: 1933 – 1942
3. Periode Angkatan 45: 1942 – 1955
4. Periode 1955 – 1970 (oleh Jassin disebut angkatan 66)
5. Periode 1970 – 1990
Dalam kurun waktu 1920-1996 ini berkembang jenis-jenis puisi Indonesia baru, soneta, balada, puisi bebas, pantun modern, puisi bergaya mantera, puisi cerita, puisi magis, distikon, tarzina, kuatrin, kuint, sektet, septina, stanza, ode, himne, elegi, epigram, satire, romance.
Puisi baru menurut jumlah baris puisi:
1. Distikon adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 2 baris
2. Tarzina adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 3 baris
3. Kuatrin adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 4 baris
4. Kuint adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 5 baris
5. Sektet adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 6 baris
6. Septina adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 7 baris
7. Stanza adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 8 baris
Puisi baru menurut isi/makna puisi:
• Ode adalah sajak yang isinya mengandung pujian kepada seseorang, suatu bangsa, atau sesuatu yang dianggap mulia
• Himne adalah sajak pujian kepada Tuhan yang Mahakuasa
• Elegi adalah sajak yang berisi duka nestapa
• Epigram adalah sajak yang berisi tentang ajaran moral
• Satire adalah sajak yang isinya mengecam, mengejek dengan kasar
• Romance adalah sajak yang berisi tentang cinta kasih
• Balada adalah sajak yang berisi cerita atau kisah yang mungkin terjadi atau hanya khayalan penyairnya saja
Puisi periode 1955-1970 masih meneruskan juga puisi liris Angkatan 45, tetapi pada periode itu muncul puisi balada. Balada ini digemari oleh para penyair muda pada waktu itu. Puisi balada ini berasaldari Barat (Inggris). Penyair yang pertama kali mempergunakan nama balada adalah W.S. Rendra.
Pada periode 1970-1990 timbul puisi (bergaya) mantera yang dipelopori oleh Sutardji Calzoum Bachri. Puisi mantera ini untuk menguasai dunia gaib, untuk konsentrasi, dan mendekatkan diri kepada tuhan. Akan tetapi juga untuk melukiskan bahan atau masalah-masalah lain.
Puisi-puisi Periode tahun 1950-an:
1. Rendra
2. Ramadhan K.H.
3. Ajip Rosidi
4. Subagio Sastrowardoyo
5. Teoti Heraty
6. Wing Karjo
7. Toto Sodarto Bachtiar
8. Rachmat Djoko Pradopo
9. Soeparwoto Wiraatmaja
Puisi-puisi Periode tahun 1960-1980:
1. Goenawan Mohamad
2. Taufiq Ismail
3. Sapardi Djoko Damono
4. Hartoyo Andangjaya
5. Sutardji Calzoum Bachri
6. Abdul Hadi W.M.
7. Yudhistira Adinugraha Massardi
8. Apip Mustofa
9. Piek Ardiyanto Supriyadi
10. Linus Suryadi Ag.
11. D. Zawawi Imron
Puisi Periode 1980-2000:
1. Hamid Jabar
2. Emha Ainun Nadjib
3. Agnes Sri Hartini Arswendo
4. Ahmadun Y. Herfanda
5. F. Rahardi
6. Rita Oetoro
7. Dorothea Rosa Herliany
8. Eka Budiana
9. Acep Zamzam Noor
10. K.H. Mustofa Bisri
Tuesday, November 9, 2010
PERBEDAAN PUISI LAMA DENGAN PUISI BARU
Ada macam-macam jenis puisi lama: puisi mantra, seloka, gurindam, pantun, dan syair
Pantun adalah jenis puisi lama yang terdiri dari empat baris, memiliki rima (persamaan bunyi) / a b a b /, dengan baris pertama dan kedua merupakan sampiran (semacam teka-teki) dan baris ketiga dan empat merupakan isi.
Contoh:
Tanam melati di rama-rama
Ubur-ubur sampingan dua
Biarlah mati kita bersama
Satu kubur kita berdua
Gurindam adalah jenis puisi lama yang terdiri atas dua baris, semuanya merupakan isi dan menunjukkan hubungan sebab akibat. Gurindam yang terkenal ditulis oleh Raja Ali Haji yang berjudul “Gurindam Dua Belas” yang terdiri atas dua belas pasal:
I
Barang siapa mengenal Allah
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah
Barang siapa mengenal akhirat
tahulah ia dunia mudarat
II
Barangsiapa meninggalkan sembahyang
seperti rumah tiada bertiang
Barangsiapa meninggalkan zakat
Tiadalah hartanya beroleh berkat
III
Apabila terpelihara lidah
niscaya dapat daripadanya paedah
Apabila perut terlalu penuh
Keluarlah fiil yang tiada senunuh
IV
Hati itu kerajaan di dalam tubuh
jikalau lalim, segala anggota pun rubuh
Pekerjaan marah jangan dibela
nanti hilang akal di kepala
V
Jika hendak mengenal orang yang berilmu
bertanya dan belajar tiadalah jemu
Jika hendak mengenal orang yang berakal
di dalam dunia mengambil bekal
VI
Cahari olehmu akan sahabat
yang boleh dijadikan obat
Cahari olehmu akan guru
yang boleh tahukah tiap seteru
VII
Apabila banyak berkata-kata
di situlah jalan masuknya dusta
Apabila anak tidak dilatih
jika besar bapaknya letih
VIII
Kepada dirinya ia aniaya
orang itu jangan engkau percaya
Keaiban orang jangan dibuka
keaiban diri hendaklah sangkaz
IX
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan
di situlah syaitan punya jamuan
Jika orang muda kuat berguru
dengan syaitan jadi berseteru
X
Dengan bapa jangan durhaka
supaya Allah tidak murka
Dengan ibu hendaklah hormat
supaya badan dapat selamat
XI
Hendaknya jadi kepala
buang perangai yang cela
Hendaklah memegang amanat
Buanglah segala khianat
XII
Ingatkan dirinya mati
itulah asal berbuat bakti
Akhirat itu terlalu nyata
kepada hati yang tidak buta
Syair berasal dari Arab yang artinya puisi (sajak). Dalam kesusastraan Indonesia, syair berarti puisi lama yang terdiri atas empat baris per bait, memiliki rima / a a a a /. Semua baris merupakan isi dan biasanya tidak selesai dalam satu bait karena digunakan untuk bercerita
1. Terdiri atas 4 baris sebait
2. Terdiri atas 4 atau 5 kata sebaris
3. Terdiri atas 8 sampai dengan 12 suka kata sebaris
4. Berima aaaa
5. Seluruh bait berupa isi
Lalulah berjalan Ken Tambuhan
diiringkah penglipur dengan tadahan
lemah lembut berjalan perlahan-lahan
lakunya manis memberi kasihan
Tunduk menangis segala puteri
Masing-masing berkata sama sendiri
Jahatnya perangai permaisuri
Lakunya seperti jin dan peri
Puisi Indonesia baru disebut juga puisi Indonesia modern. Sesuai dengan masyarakat baru. Puisi Indonesia modern mengedepankan pikiran, gagasan, perasaan orang pada masa kini.
Puisi Indonesia baru tidak dapat dipisahkan dari puisi lama sama sekali karena masih ada hubungan kesejajaran. Sastra yang baru merupakan tanggapan (response) sastra lama. Begitu juga puisi Indonesia baru merupakan tanggapan terhadap puisi Indonesia lama.
Puisi lama sangat terikat pada aturan-aturan yang ketat, yang mutlak. Dalam arti, aturan-aturan itu tidak boleh diubah atau tidak boleh dilanggar. Seperti halnya, bentuk syair dan pantun, pola sajak akhir syair harus a – a – a – a dan pantun harus berpola sajak akhir a – b – a – b.
Dalam puisi baru aturan-aturan itu dapat diperlonggar meskipun masih ada pola sajak akhir. Begitu juga, pembaitannya puisi baru menjadi lebih longgar. Dalam puisi lama tidak ada bait sajak yang gasal, dalam puisi baru ada bait sajak 3 baris, 5 baris, atau 9 baris.
Puisi Indonesia baru (modern) berkembang sejak 1920 hingga sekarang. Sesuai dengan perkembangan kesusastraan dan zaman, bentuk dan muatan puisi Indonesia baru selalu berkembang. Dengan demikian, jenis-jenis puisi Indonesia baru menjadi beragam-ragam.
Pada umumnya, puisi Indonesia baru dibagi menjadi angkatan-angkatan dan periode-periode, sebagai berikut:
1. Periode angkatan Pra-Pujangga Baru: 1920 – 1933
2. Periode Pujangga Baru: 1933 – 1942
3. Periode Angkatan 45: 1942 – 1955
4. Periode 1955 – 1970 (oleh Jassin disebut angkatan 66)
5. Periode 1970 – 1990
Dalam kurun waktu 1920-1996 ini berkembang jenis-jenis puisi Indonesia baru, soneta, balada, puisi bebas, pantun modern, puisi bergaya mantera, puisi cerita, puisi magis, distikon, tarzina, kuatrin, kuint, sektet, septina, stanza, ode, himne, elegi, epigram, satire, romance.
Puisi baru menurut jumlah baris puisi:
1. Distikon adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 2 baris
2. Tarzina adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 3 baris
3. Kuatrin adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 4 baris
4. Kuint adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 5 baris
5. Sektet adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 6 baris
6. Septina adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 7 baris
7. Stanza adalah puisi baru yang tiap baitnya berjumlah 8 baris
Puisi baru menurut isi/makna puisi:
• Ode adalah sajak yang isinya mengandung pujian kepada seseorang, suatu bangsa, atau sesuatu yang dianggap mulia
• Himne adalah sajak pujian kepada Tuhan yang Mahakuasa
• Elegi adalah sajak yang berisi duka nestapa
• Epigram adalah sajak yang berisi tentang ajaran moral
• Satire adalah sajak yang isinya mengecam, mengejek dengan kasar
• Romance adalah sajak yang berisi tentang cinta kasih
• Balada adalah sajak yang berisi cerita atau kisah yang mungkin terjadi atau hanya khayalan penyairnya saja
Puisi periode 1955-1970 masih meneruskan juga puisi liris Angkatan 45, tetapi pada periode itu muncul puisi balada. Balada ini digemari oleh para penyair muda pada waktu itu. Puisi balada ini berasaldari Barat (Inggris). Penyair yang pertama kali mempergunakan nama balada adalah W.S. Rendra.
Pada periode 1970-1990 timbul puisi (bergaya) mantera yang dipelopori oleh Sutardji Calzoum Bachri. Puisi mantera ini untuk menguasai dunia gaib, untuk konsentrasi, dan mendekatkan diri kepada tuhan. Akan tetapi juga untuk melukiskan bahan atau masalah-masalah lain.
Puisi-puisi Periode tahun 1950-an:
1. Rendra
2. Ramadhan K.H.
3. Ajip Rosidi
4. Subagio Sastrowardoyo
5. Teoti Heraty
6. Wing Karjo
7. Toto Sodarto Bachtiar
8. Rachmat Djoko Pradopo
9. Soeparwoto Wiraatmaja
Puisi-puisi Periode tahun 1960-1980:
1. Goenawan Mohamad
2. Taufiq Ismail
3. Sapardi Djoko Damono
4. Hartoyo Andangjaya
5. Sutardji Calzoum Bachri
6. Abdul Hadi W.M.
7. Yudhistira Adinugraha Massardi
8. Apip Mustofa
9. Piek Ardiyanto Supriyadi
10. Linus Suryadi Ag.
11. D. Zawawi Imron
Puisi Periode 1980-2000:
1. Hamid Jabar
2. Emha Ainun Nadjib
3. Agnes Sri Hartini Arswendo
4. Ahmadun Y. Herfanda
5. F. Rahardi
6. Rita Oetoro
7. Dorothea Rosa Herliany
8. Eka Budiana
9. Acep Zamzam Noor
10. K.H. Mustofa Bisri
0 comments on "PERBEDAAN PUISI LAMA DENGAN PUISI BARU"
Post a Comment