Posted by : anonimus Tuesday, November 9, 2010

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pola belajar adalah suatu sistem dimana anak atau seorang pelajar belajar dengan cara mereka sendiri ini biasanya berdasarkan pengalaman hidup yang mereka dapat dan juga pengaruh lingkungan mereka sendiri baik dari orang tua maupun teman sejawat mereka.


Pola belajar yang benar juga akan tercipta sebagaimana mestinya apbila memang dari orang tua sendiri yang mengetahui sistem pola belajar sang anak. Pola belajar juga mempengaruhi kreativitas dan IQ seorang anak.
Dunia pendidikan mengartikan diagnosis kesulitan pola belajar sebagai segala usaha yang dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Juga mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan pola belajar serta cara menetapkan dan kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun secara preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang seobyektif mungkin.
Pola belajar dapat diketahui dengan melihat keseharian anak itu sendiri dan juga melalui etr psikologis. Pola belajar juga diperlukan agar sang anak kelak dapat beradaptasi dengan lingkungan nya sendiri. Dan yang terpenting sang anak dapat sukses untuk masa depan nya kelak.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Mengapa orang tua harus tahu pola belajar sang anak ?
1.2.2 Bagaimana pola belajar sang anak bisa terbentuk ?
1.2.3 Bagaimana Kriteria pola belajar anak itu sendiri ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui alasan orang tua harus tahu pola belajar sang anak
1.3.2 Mengetahui cara mengetahui pola belajar sang anak bisa terbentuk
1.3.3 Mengetahui kriteria pola belajar anak itu sendiri

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Orang tua harus tahu pola belajar sang anak
Contoh antara lain : Tulisan Ozu rapih dan enak dibaca. Di dalam buku catatan sekolahnya banyak sekali simbol atau gambar daripada kata-kata. Kalau mencari buku bacaan, Ozu akan membolak-batik gambarnya atau penggambaran suasana cerita. Jika membaca atau mendengar kata bunga, dia mencatatnya dengan gambar bunga, atau kata "meningkat" akan ditulisnya berupa tanda panah ke atas. Di kelas dia lebih suka kalau guru menerangkan sesuatu dengan gambar. Bagi Ozu segala sesuatu yang ia dengar, harus ditulis kembali dalam satu daftar. Tak jarang dia membuat titian keledai dengan nama yang mudah diingat untuk mengingat pelajaran.
Sedangkan, buku tulis Gladys lebih banyak halaman kosong dan tulisannya tak cukup rapih. Gladys selalu bilang sudah memahami pelajaran dengan baik, jadi tidak perlu ada catatan. Di dalam kelas Gladys selalu aktif bertanya, ia juga dianggap cermat mendengarkan pelajaran. Di rumah Gladys lebih asyik bermain PS dan selalu membaca ulang komik-komik yang dibeli, sampai hafal dialognya la selalu ingat kata-kata yang didengarnya. Jangan coba-coba berjanji dengan Gladys, pasti akan dikejarnya.
Lain lagi dengan Fani yang selalu mempraktikkan perkataan guru di kelas. Dia paling suka melakukan percobaan. Semua tugas praktik dalam buku pelajaran dengan antusias dikerjakannya sendiri. Fani semangat bertanya hal apa saja yang ingin diketahuinya untuk bisa dilakukan. Dia paling sering membantu bibi memasak. Ibunya mengaku jarang melihat Fani duduk membaca dan menulis terus menerus dengan tertib di dalam kamar.
Orangtua harus menyadari bahwa anak memiliki gaya belajar berbeda untuk mengembangkan potensinya. Mari kita bayangkan bahwa potensi anak berada di dalam satu kotak tertutup. Untuk membuka kotak tersebut, diperlukan kunci. Kunci yang dimaksud adalah bagaimana orangtua dapat memahami gaya belajar anak, sehingga tidak perlu merasa cemas kalau melihat anak tampak santai di rumah karena tidak belajar. Tiap individu memiliki kekhasan sejak lahir dan diperkaya melalui pengalaman hidup. Yang pasti semua orang belajar melalui alat inderawi, baik penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Psikolog pendidikan menyakini bahwa setiap orang memiliki kekuatan belajar atau modalitas belajar. Semakin kita mengenal baik modalitas belajar kita maka akan semakin mudah dan lebih percaya diri di dalam menguasai suatu keterampilan dan konsep-konsep dalam hidup. Belajar berawal dari rumah! Anak belajar melalui apa yang ia lihat, dengar, dan sentuh. Satu dari tiga saluran inderawi -visual, auditori dan kinestetik- adalah salah satu cara untuk belajar dengan baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi cara belajar anak adalah persepsi, yaitu bagaimana dia memperoleh makna dari lingkungan. Persepsi diawali lima indera: mendengar, melihat, mengecap, mencium,dan merasa
Dengan memahami gaya belajar anak berarti akan membuat anak lebih bahagia. Karena respons orangtua terhadap kebutuhan dirinya tepat.
Oleh karena, itu perlu mengetahui pola belajar sangat agar dapat mengontrol tingkah laku sang anak itu sendiri. Pola atau gaya belajar sang anak tergantung pada masing-masing individu.
2.2 Cara mengetahui pola belajar sang anak
Cara mengetahui pola belajar anak bisa terbentuk
Untuk mengetahui pola belajar anak bisa terbentuk untuk itu perlu diperhatikan hal-hal berikut ; Secara ringkas, orangtua perlu memperhatikan hal-hal berikut:
Membantu anak mengenali dirinya (kekuatan dan kelemahannya) Membantu anak mengembangkan potensi sesuai bakat dan minatnya Membantu meletakkan pondasi yang kokoh untuk keberhasilan hidup anak. Membantu anak merancang hidup Peletakan pondasi sukses diawali sejak anak lahir dan berlanjut hingga tiga tahun pertama. Selanjutnya, dengan bekal yang didapat selama tiga tahun pertama dalam hidupnya, anak mengembangkan dirinya untuk tiga tahun ke dua. Enam tahun pertama merupakan masa yang sangat kritis dalam hidup anak. Apa yang didapat selama masa ini merupakan dasar untuk anak dalam mengkonstruksi dirinya pada enam tahun ke dua dan ke tiga.
Proses pendidikan yang dilalui anak pada masa sekarang ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi pendidikan dapat membantu seorang anak untuk mengembangkan kapasitas intelektualnya. Di sisi lain pendidikan, karena proses yang salah, sering kali justru menjadi penghambat hidup anak kelak. Mengapa bisa begini?
Masa kritis anak, dalam proses pendidikan formal, adalah selama lima tahun pertama mereka di SD. Masa ini merupakan masa yang sangat menentukan karena sering kali konsep diri anak dan rasa diri mampu dan berharga justru rusak akibat proses pembelajaran yang tidak manusiawi yang hanya menempatkan anak sebagai obyek pendidikan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di luar negeri terhadap murid SD kelas 1 sampai 6, didapatkan fakta bahwa pembentukan konsep diri yang terjadi saat anak di SD sangat dipengaruhi oleh prestasi akademiknya.
Prestasi akademik seorang anak menentukan konsep diri anak. Selanjutnya konsep diri akan mempengaruhi prestasi akademik. Pada tahap selanjutnya konsep diri dan prestasi akademik akan saling mempengaruhi, baik secara positip maupun negatif.
Semua anak pada dasarnya terlahir dengan potensi menjadi jenius. Masing-masing anak mempunyai keunggulan di aspek kecerdasan yang berbeda. Hal ini sejalan dengan teori Multiple Intelligence. Sayangnya, sistem pendidikan kita hanya mengakomodasi dan menghargai salah dua dari delapan kecerdasan yang ada, yaitu hanya menghargai kecerdasan logika/matematika dan bahasa (linguistik) .
Setiap anak mempunyai kepribadian dan keunikan tersendiri. Salah satu keunikan mereka adalah gaya belajar. Ada tiga gaya belajar yang dominan yaitu gaya belajar visual (berdasar penglihatan) , gaya belajar auditori(berdasar pendengaran) , dan gaya belajar kinestetik (berdasar sentuhan/gerakan) . Setiap gaya belajar ini mempunyai cara belajar yang berbeda. Prestasi akademik anak yang rendah sering kali disebabkan karena guru tidak mengerti cara mengajar yang benar, yang sesuai dengan kepribadian dan gaya belajar murid.
Sekolah pada umumnya hanya menggunakan gaya belajar visual dalam proses pembelajarannya. Hal ini sangat merugikan anak dengan gaya belajar dominan auditori dan kinestetik. Anak kinestetik, karena sering bergerak dalam belajar, akan dianggap sebagai anak nakal atau hiperaktif. Label ini akan menjadi “cap” yang bersifat negatip dan akan terus terbawa hingga anak dewasa.
Sekolah selama ini tidak pernah mengajarkan anak cara belajar yang benar melalui kurikulum “belajar cara belajar”. Sekolah hanya memberikan bahan ajar tanpa pernah mengajarkan strategi belajar yang sesuai untuk setiap gaya belajar.
Jangankan bicara kurikulum “belajar cara belajar”, kurikulum yang ada saat ini saja masih sangat amburadul. Minggu lalu saya membaca di koran bahwa KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), yang oleh sebagian besar orangtua dan guru diplesetkan menjadi Kurikulum Bingung Kabeh (kabeh dalam bahasa Jawa artinya “semua”) , ternyata tidak jadi diberlakukan setelah diujicobakan selama beberapa tahun. Yang lebih gila lagi, maaf kalau saya menggunakan kata yang kurang santun, yang menjadi kelinci percobaan adalah semua anak didik di Indonesia . Anak-anak kita yang nantinya menjadi generasi penerus yang menentukan keberhasilan dan kemajuan bangsa Indonesia. KBK sudah saatnya diganti menjadi KAK. Apa itu?
Kurikulum Ajur Kabeh atau Kurikulum Hancur Semua. Hal lain yang juga sangat disayangkan adalah sekolah, pada umumnya, tidak tahu bahwa sebenarnya semua bidang studi dapat digolongkan menjadi empat kategori yaitu kategori bahasa, konsep, kombinasi, dan hapalan.
Setiap kategori ini menuntut teknik atau strategi belajar yang berbeda.
Murid atau anak yang tidak tahu strategi belajar untuk setiap kategori akan mengalami kesulitan belajar yang berakibat pada pencapaian prestasi akademik yang rendah. Pencapaian prestasi akademik yang rendah akan membuat anak yakin bahwa ia adalah anak yang “bodoh”. Apabila pencapaian prestasi rendah berlangsung berulang kali maka dapat dipastikan anak benar-benar menjadi bodoh, sebenarnya bukan karena anak bodoh namun lebih karena mereka percaya bahwa mereka “bodoh”.
Selain perlu mengajar anak strategi belajar untuk setiap kategori anak juga perlu belajar cara membaca yang benar, cara mencatat yang benar, cara menghitung yang benar, dan cara menghapal yang benar. Ini adalah bagian dari keterampilan belajar yang harus dikuasai anak, yang sayangnya tidak pernah diajarkan di sekolah.
Langkah selanjutnya adalah mengajarkan anak strategi yang tepat untuk mengerjakan soal ujian. Mengapa? Karena setiap tipe soal menuntut cara pengerjaan yang berbeda. Misalnya soal pilihan ganda, menjawab singkat, menjodohkan, esai, dan soal cerita.
Selain perlu mengembangkan kecakapan di aspek akademik, anak juga perlu mengembangkan kecakapan lain yang sesuai dengan bakat dan minat. Untuk mudahnya orangtua dapat membantu anak mengembangkan hobi anak.
Fase kritis selanjutnya adalah saat anak di SMA. Pada masa ini orangtua harus bisa membantu anak dalam merencanakan hidup. Penetapan tujuan hidup, walaupun belum bisa dilakukan secara final pada usia remaja, akan sangat menentukan jurusan yang dipilih saat di kelas 2 SMA.
Pada banyak kasus, sering kali orangtua memaksakan kemauan mereka terhadap anak tanpa pernah mengindahkan pikiran dan suara hati anak.
Orangtua sering kali merasa tahu semua yang terbaik bagi anak mereka.
Pemaksaan kemauan ini semakin diperburuk oleh kerangka berpikir atau paradigma yang sudah usang, yang dijadikan pijakan berpikir para orangtua. Seringkali orangtua berusaha mewujudkan impian mereka, yang tidak dapat mereka capai saat mereka masih muda, melalui anak mereka.
Pada masa remaja (SMA) orangtua sebaiknya membantu anak untuk “melihat” masa depan, khususnya dalam aspek karir atau pekerjaan. Ada empat kuadran yang bisa dimasuki anak. Ada kuadran pegawai/karyawan, kuadran pengusaha, kuadran pemilik usaha, dan kuadran investor.
Setiap kuadran mempunyai aturan main yang sangat berbeda dan membawa konsekwensi yang juga berbeda. Tidak tepat bagi kita, selaku orangtua, untuk menentukan kuadran mana yang harus dimasuki anak saat mereka selesai kuliah. Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan menyiapkan mereka sebagai pembelajar seumur hidup, yang senantiasa berkembang, yang akan mampu beradaptasi dengan berbagai situasi yang dihadapi.
Semua ini bisa dilakukan anak bila pondasi hidupnya kokoh, bila konsep dirinya kuat dan positip, bila anak merasa dirinya berharga dan layak untuk sukses, dan anak tahu apa yang ia inginkan dalam hidupnya.
Dengan pondasi hidup yang kokoh maka anak akan dapat mengembangkan potensinya secara maksimal. Potensi yang merupakan anugerah dari Tuhan yang dibawa anak sejak lahir. Potensi yang akan menjadi kekuatan dan batu pijakan anak untuk meraih keberhasilan hidup di bidang apa saja.
2.3 Kriteria pola belajar anak itu
Karakteristik Gaya Belajar
Visual
Gaya, Belajar melalui pengamatan: mengamati peragaan
Membaca, Menyukai deskripsi, sehingga seringkali ditengah-tengah membaca berhenti untuk membayangkan apa yang dibacanya.
Mengeja, Mengenali huruf melalui rangkaian kata yang tertulis
Menulis, Hasil tulisan cenderung baik, terbaca jekas dan rapi.
Ingatan, Ingat muka lupa nama, selalu menulis apa saja.
Imajinasi, Memiliki imajinasi kuat dengan melihat detil dari gambar yang ada.
Distraktibilitas, Lebih mudah terpecah perhatiannya jika ada gambar.
Pemecahan, Menulis semua hal yang dipikirkan dalam suatu daftar.
Respons terhadap periode kosong aktivitas, Jalan-jalan melihat sesuatu yang dapat dilihat.
Respon untuk situasi baru, Melihat sekeliling dengan mengamati struktur.
Emosi, Mudah menangis dan marah, tampil ekspresif
Komunikasi, Tenang tak banyak bicara panjang, tak sabaran mendengar, lebih banyak mengamati.
Penampilan, Rapi, paduan warna senada, dan suka urutan.
Respon terhadap seni, Apresiasi terhadap seni apa saja yang dilihatnya secara mendalam dengan detil dan komponen, daripada karya secara keseluruhan.
Auditori
Gaya, belajar melalui instruksi dari orang lain
Membaca, Menikmati percakapan dan tidak memperdulikan ilustrasi yang ada
Mengeja, Menggunakan pendekatan melalui bunyi kata
Menulis, Hasil tulisan cenderung tipis, seadanya
Ingatan, ingat nama lupa muka,ingatan melaui pengulangan.
Imajinasi, Tak mengutamakan detil, lebih berpikir mengandalkan pendengaran.
Distraktibilitas, Mudah terpecah perhatiannya dengan suara.
Pemecahan, Pemecahan masalah melalui lisan.
Respons terhadap periode kosong aktivitas, Ngobrol atau bicara sendiri.
Respon untuk situasi baru, Bicara tentang pro dan kontra.
Emosi, Berteriak kalau bahagia, mudah meledak tapi cepat reda, emosi tergambar jelas melalui perubahan besarnya nada suara, dan tinggi rendahnya nada.
Komunikasi, Senang mendengar dan cenderung repetitif dalam menjelaskan.
Penampilan, Tak memperhatikan harmonisasi paduan warna dalam penampilan.
Respon terhadap seni, Lebih memilih musik. Kurang tertarik seni visual, namun siap berdiskusi sebagai karya secara keseluruhan,tidak berbicara secara detil dan komponen yang dilihatnya.
Kinestetik
Gaya, Belajar melalui melakukan sesuatu secara langsung
Membaca, Lebih memiliki bacaan yang sejak awal sudah menunjukkan adanya aksi.
Mengeja, Sulit mengeja sehingga cenderung menulis kata untuk memastikannya
Menulis, Hasil tulisan "nembus" dan ada tekanan kuat pada alat tulis sehingga menjadi sangat jelas terbaca.
Ingatan, Lebih ingat apa yang sudah dilakukan, daripada apa yang baru saja dilihat atau dikatakan.
Imajinasi, Imajinasi tak terlalu penting, lebih mengutamakan tindakan/kegiatan.
Distraktibilitas, Perhatian terpecah melalui pendengaran
Pemecahan, Pemecahan masalah melalui kegiatan fisik dan aktivitas.
Respons terhadap periode kosong aktivitas, Mencari kegiatan fisik bergerak.
Respon untuk situasi baru, Mencoba segala sesuatu dengan meraba, merasakan dan memanipulasi.
Emosi, Melompat-lompat kalau gembira, memeluk, menepuk, dan gerakan tubuh keseluruhan sebagai luapan emosi.
Komunikasi, Menggunakan gerakan kalau bicara, kurang mampu mendengar dengan baik.
Penampilan, Rapi, namun cepat berantakan karena aktivitas yang dilakukan
Respon terhadap seni, Respons terhadap musik melalui gerakan. Lebih memiliki patung, melukis yang melibatkan aktivitas gerakan.
Mereka tidak membutuhkan perkataan panjang lebar, tetapi cukup mencontoh perbuatan orangtua. Hadiah cukup dengan senyum lebar, dan ekspresi orangtua terhadap kegiatan mereka.
Peraturan bagi orang tua :
1. Sadari tipe gaya belajar anak. Tipe kinestetik, visual, auditori atau kombinasi.
2. Sadari tipe gaya belajar diri. Orangtua bisa saja memiliki gaya belajar berbeda dengan anaknya.
3. Penuhi anak dengan kesempatan agar dia berhasil dalam modalitas yang dimilikinya.
4. Disiplin dan beri hadiah sesuai dengan gaya belajarnya.
5. Selalu melihat posisi terbaik yang dimiliki anak untuk dikembangkan.
6. Bantulah anak menggunakan strategi modalitas untuk menguasai berbagai keterampilan

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bedasarkan keterangan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa orang tua wajib mengetahui pola belajar anak karena dengan orang tua mengetahui pola belajar anak maka dengan kata lain akan membuat anak bahagia karena respons yang diberikan orang tua terhadap kebutuhannya tepat. Pola belajar anak juga terbentuk melaui pengalaman yang ia dapat dan pengaruh lingkungan itu sendiri.
3.2 Saran
Penulis memberikan kepada pembaca khusus nya terhadap para orang tua agar mengetahui dan memperhatikan pola belajar sang anak. Agar kelak dikemudian hari generasi penerus bangsa akan memiliki kualitas SDM yang minimal setaraf dengan negara-negara maju lainnya.
Penulis juga memberikan saran agar sebagai generasi penerus bangsa tentunya tak ingin menjadi negara yang selalu tertinggal. Untuk itu generasi penurus lebih giat lagi mengemban amanah orang tua salah satunya yaitu belajar.

DAFTAR PUSTAKA

http://leman.or.id/anakku/bantu-belajar.html
http://nilnaiqbal.wordpress.com/2008/04/04/bagaimana-gaya-belajar-anak-anda/
http://www.pustakanilna.com/2007/11/05/mengamati-gaya-belajar-anak/
http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3659&Itemid=61

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Tuesday, November 9, 2010

KIR, POLA BELAJAR ANAK

Posted by anonimus at Tuesday, November 09, 2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pola belajar adalah suatu sistem dimana anak atau seorang pelajar belajar dengan cara mereka sendiri ini biasanya berdasarkan pengalaman hidup yang mereka dapat dan juga pengaruh lingkungan mereka sendiri baik dari orang tua maupun teman sejawat mereka.


Pola belajar yang benar juga akan tercipta sebagaimana mestinya apbila memang dari orang tua sendiri yang mengetahui sistem pola belajar sang anak. Pola belajar juga mempengaruhi kreativitas dan IQ seorang anak.
Dunia pendidikan mengartikan diagnosis kesulitan pola belajar sebagai segala usaha yang dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Juga mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan pola belajar serta cara menetapkan dan kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun secara preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang seobyektif mungkin.
Pola belajar dapat diketahui dengan melihat keseharian anak itu sendiri dan juga melalui etr psikologis. Pola belajar juga diperlukan agar sang anak kelak dapat beradaptasi dengan lingkungan nya sendiri. Dan yang terpenting sang anak dapat sukses untuk masa depan nya kelak.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Mengapa orang tua harus tahu pola belajar sang anak ?
1.2.2 Bagaimana pola belajar sang anak bisa terbentuk ?
1.2.3 Bagaimana Kriteria pola belajar anak itu sendiri ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui alasan orang tua harus tahu pola belajar sang anak
1.3.2 Mengetahui cara mengetahui pola belajar sang anak bisa terbentuk
1.3.3 Mengetahui kriteria pola belajar anak itu sendiri

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Orang tua harus tahu pola belajar sang anak
Contoh antara lain : Tulisan Ozu rapih dan enak dibaca. Di dalam buku catatan sekolahnya banyak sekali simbol atau gambar daripada kata-kata. Kalau mencari buku bacaan, Ozu akan membolak-batik gambarnya atau penggambaran suasana cerita. Jika membaca atau mendengar kata bunga, dia mencatatnya dengan gambar bunga, atau kata "meningkat" akan ditulisnya berupa tanda panah ke atas. Di kelas dia lebih suka kalau guru menerangkan sesuatu dengan gambar. Bagi Ozu segala sesuatu yang ia dengar, harus ditulis kembali dalam satu daftar. Tak jarang dia membuat titian keledai dengan nama yang mudah diingat untuk mengingat pelajaran.
Sedangkan, buku tulis Gladys lebih banyak halaman kosong dan tulisannya tak cukup rapih. Gladys selalu bilang sudah memahami pelajaran dengan baik, jadi tidak perlu ada catatan. Di dalam kelas Gladys selalu aktif bertanya, ia juga dianggap cermat mendengarkan pelajaran. Di rumah Gladys lebih asyik bermain PS dan selalu membaca ulang komik-komik yang dibeli, sampai hafal dialognya la selalu ingat kata-kata yang didengarnya. Jangan coba-coba berjanji dengan Gladys, pasti akan dikejarnya.
Lain lagi dengan Fani yang selalu mempraktikkan perkataan guru di kelas. Dia paling suka melakukan percobaan. Semua tugas praktik dalam buku pelajaran dengan antusias dikerjakannya sendiri. Fani semangat bertanya hal apa saja yang ingin diketahuinya untuk bisa dilakukan. Dia paling sering membantu bibi memasak. Ibunya mengaku jarang melihat Fani duduk membaca dan menulis terus menerus dengan tertib di dalam kamar.
Orangtua harus menyadari bahwa anak memiliki gaya belajar berbeda untuk mengembangkan potensinya. Mari kita bayangkan bahwa potensi anak berada di dalam satu kotak tertutup. Untuk membuka kotak tersebut, diperlukan kunci. Kunci yang dimaksud adalah bagaimana orangtua dapat memahami gaya belajar anak, sehingga tidak perlu merasa cemas kalau melihat anak tampak santai di rumah karena tidak belajar. Tiap individu memiliki kekhasan sejak lahir dan diperkaya melalui pengalaman hidup. Yang pasti semua orang belajar melalui alat inderawi, baik penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Psikolog pendidikan menyakini bahwa setiap orang memiliki kekuatan belajar atau modalitas belajar. Semakin kita mengenal baik modalitas belajar kita maka akan semakin mudah dan lebih percaya diri di dalam menguasai suatu keterampilan dan konsep-konsep dalam hidup. Belajar berawal dari rumah! Anak belajar melalui apa yang ia lihat, dengar, dan sentuh. Satu dari tiga saluran inderawi -visual, auditori dan kinestetik- adalah salah satu cara untuk belajar dengan baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi cara belajar anak adalah persepsi, yaitu bagaimana dia memperoleh makna dari lingkungan. Persepsi diawali lima indera: mendengar, melihat, mengecap, mencium,dan merasa
Dengan memahami gaya belajar anak berarti akan membuat anak lebih bahagia. Karena respons orangtua terhadap kebutuhan dirinya tepat.
Oleh karena, itu perlu mengetahui pola belajar sangat agar dapat mengontrol tingkah laku sang anak itu sendiri. Pola atau gaya belajar sang anak tergantung pada masing-masing individu.
2.2 Cara mengetahui pola belajar sang anak
Cara mengetahui pola belajar anak bisa terbentuk
Untuk mengetahui pola belajar anak bisa terbentuk untuk itu perlu diperhatikan hal-hal berikut ; Secara ringkas, orangtua perlu memperhatikan hal-hal berikut:
Membantu anak mengenali dirinya (kekuatan dan kelemahannya) Membantu anak mengembangkan potensi sesuai bakat dan minatnya Membantu meletakkan pondasi yang kokoh untuk keberhasilan hidup anak. Membantu anak merancang hidup Peletakan pondasi sukses diawali sejak anak lahir dan berlanjut hingga tiga tahun pertama. Selanjutnya, dengan bekal yang didapat selama tiga tahun pertama dalam hidupnya, anak mengembangkan dirinya untuk tiga tahun ke dua. Enam tahun pertama merupakan masa yang sangat kritis dalam hidup anak. Apa yang didapat selama masa ini merupakan dasar untuk anak dalam mengkonstruksi dirinya pada enam tahun ke dua dan ke tiga.
Proses pendidikan yang dilalui anak pada masa sekarang ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi pendidikan dapat membantu seorang anak untuk mengembangkan kapasitas intelektualnya. Di sisi lain pendidikan, karena proses yang salah, sering kali justru menjadi penghambat hidup anak kelak. Mengapa bisa begini?
Masa kritis anak, dalam proses pendidikan formal, adalah selama lima tahun pertama mereka di SD. Masa ini merupakan masa yang sangat menentukan karena sering kali konsep diri anak dan rasa diri mampu dan berharga justru rusak akibat proses pembelajaran yang tidak manusiawi yang hanya menempatkan anak sebagai obyek pendidikan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di luar negeri terhadap murid SD kelas 1 sampai 6, didapatkan fakta bahwa pembentukan konsep diri yang terjadi saat anak di SD sangat dipengaruhi oleh prestasi akademiknya.
Prestasi akademik seorang anak menentukan konsep diri anak. Selanjutnya konsep diri akan mempengaruhi prestasi akademik. Pada tahap selanjutnya konsep diri dan prestasi akademik akan saling mempengaruhi, baik secara positip maupun negatif.
Semua anak pada dasarnya terlahir dengan potensi menjadi jenius. Masing-masing anak mempunyai keunggulan di aspek kecerdasan yang berbeda. Hal ini sejalan dengan teori Multiple Intelligence. Sayangnya, sistem pendidikan kita hanya mengakomodasi dan menghargai salah dua dari delapan kecerdasan yang ada, yaitu hanya menghargai kecerdasan logika/matematika dan bahasa (linguistik) .
Setiap anak mempunyai kepribadian dan keunikan tersendiri. Salah satu keunikan mereka adalah gaya belajar. Ada tiga gaya belajar yang dominan yaitu gaya belajar visual (berdasar penglihatan) , gaya belajar auditori(berdasar pendengaran) , dan gaya belajar kinestetik (berdasar sentuhan/gerakan) . Setiap gaya belajar ini mempunyai cara belajar yang berbeda. Prestasi akademik anak yang rendah sering kali disebabkan karena guru tidak mengerti cara mengajar yang benar, yang sesuai dengan kepribadian dan gaya belajar murid.
Sekolah pada umumnya hanya menggunakan gaya belajar visual dalam proses pembelajarannya. Hal ini sangat merugikan anak dengan gaya belajar dominan auditori dan kinestetik. Anak kinestetik, karena sering bergerak dalam belajar, akan dianggap sebagai anak nakal atau hiperaktif. Label ini akan menjadi “cap” yang bersifat negatip dan akan terus terbawa hingga anak dewasa.
Sekolah selama ini tidak pernah mengajarkan anak cara belajar yang benar melalui kurikulum “belajar cara belajar”. Sekolah hanya memberikan bahan ajar tanpa pernah mengajarkan strategi belajar yang sesuai untuk setiap gaya belajar.
Jangankan bicara kurikulum “belajar cara belajar”, kurikulum yang ada saat ini saja masih sangat amburadul. Minggu lalu saya membaca di koran bahwa KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), yang oleh sebagian besar orangtua dan guru diplesetkan menjadi Kurikulum Bingung Kabeh (kabeh dalam bahasa Jawa artinya “semua”) , ternyata tidak jadi diberlakukan setelah diujicobakan selama beberapa tahun. Yang lebih gila lagi, maaf kalau saya menggunakan kata yang kurang santun, yang menjadi kelinci percobaan adalah semua anak didik di Indonesia . Anak-anak kita yang nantinya menjadi generasi penerus yang menentukan keberhasilan dan kemajuan bangsa Indonesia. KBK sudah saatnya diganti menjadi KAK. Apa itu?
Kurikulum Ajur Kabeh atau Kurikulum Hancur Semua. Hal lain yang juga sangat disayangkan adalah sekolah, pada umumnya, tidak tahu bahwa sebenarnya semua bidang studi dapat digolongkan menjadi empat kategori yaitu kategori bahasa, konsep, kombinasi, dan hapalan.
Setiap kategori ini menuntut teknik atau strategi belajar yang berbeda.
Murid atau anak yang tidak tahu strategi belajar untuk setiap kategori akan mengalami kesulitan belajar yang berakibat pada pencapaian prestasi akademik yang rendah. Pencapaian prestasi akademik yang rendah akan membuat anak yakin bahwa ia adalah anak yang “bodoh”. Apabila pencapaian prestasi rendah berlangsung berulang kali maka dapat dipastikan anak benar-benar menjadi bodoh, sebenarnya bukan karena anak bodoh namun lebih karena mereka percaya bahwa mereka “bodoh”.
Selain perlu mengajar anak strategi belajar untuk setiap kategori anak juga perlu belajar cara membaca yang benar, cara mencatat yang benar, cara menghitung yang benar, dan cara menghapal yang benar. Ini adalah bagian dari keterampilan belajar yang harus dikuasai anak, yang sayangnya tidak pernah diajarkan di sekolah.
Langkah selanjutnya adalah mengajarkan anak strategi yang tepat untuk mengerjakan soal ujian. Mengapa? Karena setiap tipe soal menuntut cara pengerjaan yang berbeda. Misalnya soal pilihan ganda, menjawab singkat, menjodohkan, esai, dan soal cerita.
Selain perlu mengembangkan kecakapan di aspek akademik, anak juga perlu mengembangkan kecakapan lain yang sesuai dengan bakat dan minat. Untuk mudahnya orangtua dapat membantu anak mengembangkan hobi anak.
Fase kritis selanjutnya adalah saat anak di SMA. Pada masa ini orangtua harus bisa membantu anak dalam merencanakan hidup. Penetapan tujuan hidup, walaupun belum bisa dilakukan secara final pada usia remaja, akan sangat menentukan jurusan yang dipilih saat di kelas 2 SMA.
Pada banyak kasus, sering kali orangtua memaksakan kemauan mereka terhadap anak tanpa pernah mengindahkan pikiran dan suara hati anak.
Orangtua sering kali merasa tahu semua yang terbaik bagi anak mereka.
Pemaksaan kemauan ini semakin diperburuk oleh kerangka berpikir atau paradigma yang sudah usang, yang dijadikan pijakan berpikir para orangtua. Seringkali orangtua berusaha mewujudkan impian mereka, yang tidak dapat mereka capai saat mereka masih muda, melalui anak mereka.
Pada masa remaja (SMA) orangtua sebaiknya membantu anak untuk “melihat” masa depan, khususnya dalam aspek karir atau pekerjaan. Ada empat kuadran yang bisa dimasuki anak. Ada kuadran pegawai/karyawan, kuadran pengusaha, kuadran pemilik usaha, dan kuadran investor.
Setiap kuadran mempunyai aturan main yang sangat berbeda dan membawa konsekwensi yang juga berbeda. Tidak tepat bagi kita, selaku orangtua, untuk menentukan kuadran mana yang harus dimasuki anak saat mereka selesai kuliah. Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan menyiapkan mereka sebagai pembelajar seumur hidup, yang senantiasa berkembang, yang akan mampu beradaptasi dengan berbagai situasi yang dihadapi.
Semua ini bisa dilakukan anak bila pondasi hidupnya kokoh, bila konsep dirinya kuat dan positip, bila anak merasa dirinya berharga dan layak untuk sukses, dan anak tahu apa yang ia inginkan dalam hidupnya.
Dengan pondasi hidup yang kokoh maka anak akan dapat mengembangkan potensinya secara maksimal. Potensi yang merupakan anugerah dari Tuhan yang dibawa anak sejak lahir. Potensi yang akan menjadi kekuatan dan batu pijakan anak untuk meraih keberhasilan hidup di bidang apa saja.
2.3 Kriteria pola belajar anak itu
Karakteristik Gaya Belajar
Visual
Gaya, Belajar melalui pengamatan: mengamati peragaan
Membaca, Menyukai deskripsi, sehingga seringkali ditengah-tengah membaca berhenti untuk membayangkan apa yang dibacanya.
Mengeja, Mengenali huruf melalui rangkaian kata yang tertulis
Menulis, Hasil tulisan cenderung baik, terbaca jekas dan rapi.
Ingatan, Ingat muka lupa nama, selalu menulis apa saja.
Imajinasi, Memiliki imajinasi kuat dengan melihat detil dari gambar yang ada.
Distraktibilitas, Lebih mudah terpecah perhatiannya jika ada gambar.
Pemecahan, Menulis semua hal yang dipikirkan dalam suatu daftar.
Respons terhadap periode kosong aktivitas, Jalan-jalan melihat sesuatu yang dapat dilihat.
Respon untuk situasi baru, Melihat sekeliling dengan mengamati struktur.
Emosi, Mudah menangis dan marah, tampil ekspresif
Komunikasi, Tenang tak banyak bicara panjang, tak sabaran mendengar, lebih banyak mengamati.
Penampilan, Rapi, paduan warna senada, dan suka urutan.
Respon terhadap seni, Apresiasi terhadap seni apa saja yang dilihatnya secara mendalam dengan detil dan komponen, daripada karya secara keseluruhan.
Auditori
Gaya, belajar melalui instruksi dari orang lain
Membaca, Menikmati percakapan dan tidak memperdulikan ilustrasi yang ada
Mengeja, Menggunakan pendekatan melalui bunyi kata
Menulis, Hasil tulisan cenderung tipis, seadanya
Ingatan, ingat nama lupa muka,ingatan melaui pengulangan.
Imajinasi, Tak mengutamakan detil, lebih berpikir mengandalkan pendengaran.
Distraktibilitas, Mudah terpecah perhatiannya dengan suara.
Pemecahan, Pemecahan masalah melalui lisan.
Respons terhadap periode kosong aktivitas, Ngobrol atau bicara sendiri.
Respon untuk situasi baru, Bicara tentang pro dan kontra.
Emosi, Berteriak kalau bahagia, mudah meledak tapi cepat reda, emosi tergambar jelas melalui perubahan besarnya nada suara, dan tinggi rendahnya nada.
Komunikasi, Senang mendengar dan cenderung repetitif dalam menjelaskan.
Penampilan, Tak memperhatikan harmonisasi paduan warna dalam penampilan.
Respon terhadap seni, Lebih memilih musik. Kurang tertarik seni visual, namun siap berdiskusi sebagai karya secara keseluruhan,tidak berbicara secara detil dan komponen yang dilihatnya.
Kinestetik
Gaya, Belajar melalui melakukan sesuatu secara langsung
Membaca, Lebih memiliki bacaan yang sejak awal sudah menunjukkan adanya aksi.
Mengeja, Sulit mengeja sehingga cenderung menulis kata untuk memastikannya
Menulis, Hasil tulisan "nembus" dan ada tekanan kuat pada alat tulis sehingga menjadi sangat jelas terbaca.
Ingatan, Lebih ingat apa yang sudah dilakukan, daripada apa yang baru saja dilihat atau dikatakan.
Imajinasi, Imajinasi tak terlalu penting, lebih mengutamakan tindakan/kegiatan.
Distraktibilitas, Perhatian terpecah melalui pendengaran
Pemecahan, Pemecahan masalah melalui kegiatan fisik dan aktivitas.
Respons terhadap periode kosong aktivitas, Mencari kegiatan fisik bergerak.
Respon untuk situasi baru, Mencoba segala sesuatu dengan meraba, merasakan dan memanipulasi.
Emosi, Melompat-lompat kalau gembira, memeluk, menepuk, dan gerakan tubuh keseluruhan sebagai luapan emosi.
Komunikasi, Menggunakan gerakan kalau bicara, kurang mampu mendengar dengan baik.
Penampilan, Rapi, namun cepat berantakan karena aktivitas yang dilakukan
Respon terhadap seni, Respons terhadap musik melalui gerakan. Lebih memiliki patung, melukis yang melibatkan aktivitas gerakan.
Mereka tidak membutuhkan perkataan panjang lebar, tetapi cukup mencontoh perbuatan orangtua. Hadiah cukup dengan senyum lebar, dan ekspresi orangtua terhadap kegiatan mereka.
Peraturan bagi orang tua :
1. Sadari tipe gaya belajar anak. Tipe kinestetik, visual, auditori atau kombinasi.
2. Sadari tipe gaya belajar diri. Orangtua bisa saja memiliki gaya belajar berbeda dengan anaknya.
3. Penuhi anak dengan kesempatan agar dia berhasil dalam modalitas yang dimilikinya.
4. Disiplin dan beri hadiah sesuai dengan gaya belajarnya.
5. Selalu melihat posisi terbaik yang dimiliki anak untuk dikembangkan.
6. Bantulah anak menggunakan strategi modalitas untuk menguasai berbagai keterampilan

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bedasarkan keterangan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa orang tua wajib mengetahui pola belajar anak karena dengan orang tua mengetahui pola belajar anak maka dengan kata lain akan membuat anak bahagia karena respons yang diberikan orang tua terhadap kebutuhannya tepat. Pola belajar anak juga terbentuk melaui pengalaman yang ia dapat dan pengaruh lingkungan itu sendiri.
3.2 Saran
Penulis memberikan kepada pembaca khusus nya terhadap para orang tua agar mengetahui dan memperhatikan pola belajar sang anak. Agar kelak dikemudian hari generasi penerus bangsa akan memiliki kualitas SDM yang minimal setaraf dengan negara-negara maju lainnya.
Penulis juga memberikan saran agar sebagai generasi penerus bangsa tentunya tak ingin menjadi negara yang selalu tertinggal. Untuk itu generasi penurus lebih giat lagi mengemban amanah orang tua salah satunya yaitu belajar.

DAFTAR PUSTAKA

http://leman.or.id/anakku/bantu-belajar.html
http://nilnaiqbal.wordpress.com/2008/04/04/bagaimana-gaya-belajar-anak-anda/
http://www.pustakanilna.com/2007/11/05/mengamati-gaya-belajar-anak/
http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3659&Itemid=61

0 comments on "KIR, POLA BELAJAR ANAK"

Post a Comment

Tuesday, November 9, 2010

KIR, POLA BELAJAR ANAK


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pola belajar adalah suatu sistem dimana anak atau seorang pelajar belajar dengan cara mereka sendiri ini biasanya berdasarkan pengalaman hidup yang mereka dapat dan juga pengaruh lingkungan mereka sendiri baik dari orang tua maupun teman sejawat mereka.


Pola belajar yang benar juga akan tercipta sebagaimana mestinya apbila memang dari orang tua sendiri yang mengetahui sistem pola belajar sang anak. Pola belajar juga mempengaruhi kreativitas dan IQ seorang anak.
Dunia pendidikan mengartikan diagnosis kesulitan pola belajar sebagai segala usaha yang dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Juga mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan pola belajar serta cara menetapkan dan kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun secara preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang seobyektif mungkin.
Pola belajar dapat diketahui dengan melihat keseharian anak itu sendiri dan juga melalui etr psikologis. Pola belajar juga diperlukan agar sang anak kelak dapat beradaptasi dengan lingkungan nya sendiri. Dan yang terpenting sang anak dapat sukses untuk masa depan nya kelak.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Mengapa orang tua harus tahu pola belajar sang anak ?
1.2.2 Bagaimana pola belajar sang anak bisa terbentuk ?
1.2.3 Bagaimana Kriteria pola belajar anak itu sendiri ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui alasan orang tua harus tahu pola belajar sang anak
1.3.2 Mengetahui cara mengetahui pola belajar sang anak bisa terbentuk
1.3.3 Mengetahui kriteria pola belajar anak itu sendiri

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Orang tua harus tahu pola belajar sang anak
Contoh antara lain : Tulisan Ozu rapih dan enak dibaca. Di dalam buku catatan sekolahnya banyak sekali simbol atau gambar daripada kata-kata. Kalau mencari buku bacaan, Ozu akan membolak-batik gambarnya atau penggambaran suasana cerita. Jika membaca atau mendengar kata bunga, dia mencatatnya dengan gambar bunga, atau kata "meningkat" akan ditulisnya berupa tanda panah ke atas. Di kelas dia lebih suka kalau guru menerangkan sesuatu dengan gambar. Bagi Ozu segala sesuatu yang ia dengar, harus ditulis kembali dalam satu daftar. Tak jarang dia membuat titian keledai dengan nama yang mudah diingat untuk mengingat pelajaran.
Sedangkan, buku tulis Gladys lebih banyak halaman kosong dan tulisannya tak cukup rapih. Gladys selalu bilang sudah memahami pelajaran dengan baik, jadi tidak perlu ada catatan. Di dalam kelas Gladys selalu aktif bertanya, ia juga dianggap cermat mendengarkan pelajaran. Di rumah Gladys lebih asyik bermain PS dan selalu membaca ulang komik-komik yang dibeli, sampai hafal dialognya la selalu ingat kata-kata yang didengarnya. Jangan coba-coba berjanji dengan Gladys, pasti akan dikejarnya.
Lain lagi dengan Fani yang selalu mempraktikkan perkataan guru di kelas. Dia paling suka melakukan percobaan. Semua tugas praktik dalam buku pelajaran dengan antusias dikerjakannya sendiri. Fani semangat bertanya hal apa saja yang ingin diketahuinya untuk bisa dilakukan. Dia paling sering membantu bibi memasak. Ibunya mengaku jarang melihat Fani duduk membaca dan menulis terus menerus dengan tertib di dalam kamar.
Orangtua harus menyadari bahwa anak memiliki gaya belajar berbeda untuk mengembangkan potensinya. Mari kita bayangkan bahwa potensi anak berada di dalam satu kotak tertutup. Untuk membuka kotak tersebut, diperlukan kunci. Kunci yang dimaksud adalah bagaimana orangtua dapat memahami gaya belajar anak, sehingga tidak perlu merasa cemas kalau melihat anak tampak santai di rumah karena tidak belajar. Tiap individu memiliki kekhasan sejak lahir dan diperkaya melalui pengalaman hidup. Yang pasti semua orang belajar melalui alat inderawi, baik penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Psikolog pendidikan menyakini bahwa setiap orang memiliki kekuatan belajar atau modalitas belajar. Semakin kita mengenal baik modalitas belajar kita maka akan semakin mudah dan lebih percaya diri di dalam menguasai suatu keterampilan dan konsep-konsep dalam hidup. Belajar berawal dari rumah! Anak belajar melalui apa yang ia lihat, dengar, dan sentuh. Satu dari tiga saluran inderawi -visual, auditori dan kinestetik- adalah salah satu cara untuk belajar dengan baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi cara belajar anak adalah persepsi, yaitu bagaimana dia memperoleh makna dari lingkungan. Persepsi diawali lima indera: mendengar, melihat, mengecap, mencium,dan merasa
Dengan memahami gaya belajar anak berarti akan membuat anak lebih bahagia. Karena respons orangtua terhadap kebutuhan dirinya tepat.
Oleh karena, itu perlu mengetahui pola belajar sangat agar dapat mengontrol tingkah laku sang anak itu sendiri. Pola atau gaya belajar sang anak tergantung pada masing-masing individu.
2.2 Cara mengetahui pola belajar sang anak
Cara mengetahui pola belajar anak bisa terbentuk
Untuk mengetahui pola belajar anak bisa terbentuk untuk itu perlu diperhatikan hal-hal berikut ; Secara ringkas, orangtua perlu memperhatikan hal-hal berikut:
Membantu anak mengenali dirinya (kekuatan dan kelemahannya) Membantu anak mengembangkan potensi sesuai bakat dan minatnya Membantu meletakkan pondasi yang kokoh untuk keberhasilan hidup anak. Membantu anak merancang hidup Peletakan pondasi sukses diawali sejak anak lahir dan berlanjut hingga tiga tahun pertama. Selanjutnya, dengan bekal yang didapat selama tiga tahun pertama dalam hidupnya, anak mengembangkan dirinya untuk tiga tahun ke dua. Enam tahun pertama merupakan masa yang sangat kritis dalam hidup anak. Apa yang didapat selama masa ini merupakan dasar untuk anak dalam mengkonstruksi dirinya pada enam tahun ke dua dan ke tiga.
Proses pendidikan yang dilalui anak pada masa sekarang ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi pendidikan dapat membantu seorang anak untuk mengembangkan kapasitas intelektualnya. Di sisi lain pendidikan, karena proses yang salah, sering kali justru menjadi penghambat hidup anak kelak. Mengapa bisa begini?
Masa kritis anak, dalam proses pendidikan formal, adalah selama lima tahun pertama mereka di SD. Masa ini merupakan masa yang sangat menentukan karena sering kali konsep diri anak dan rasa diri mampu dan berharga justru rusak akibat proses pembelajaran yang tidak manusiawi yang hanya menempatkan anak sebagai obyek pendidikan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di luar negeri terhadap murid SD kelas 1 sampai 6, didapatkan fakta bahwa pembentukan konsep diri yang terjadi saat anak di SD sangat dipengaruhi oleh prestasi akademiknya.
Prestasi akademik seorang anak menentukan konsep diri anak. Selanjutnya konsep diri akan mempengaruhi prestasi akademik. Pada tahap selanjutnya konsep diri dan prestasi akademik akan saling mempengaruhi, baik secara positip maupun negatif.
Semua anak pada dasarnya terlahir dengan potensi menjadi jenius. Masing-masing anak mempunyai keunggulan di aspek kecerdasan yang berbeda. Hal ini sejalan dengan teori Multiple Intelligence. Sayangnya, sistem pendidikan kita hanya mengakomodasi dan menghargai salah dua dari delapan kecerdasan yang ada, yaitu hanya menghargai kecerdasan logika/matematika dan bahasa (linguistik) .
Setiap anak mempunyai kepribadian dan keunikan tersendiri. Salah satu keunikan mereka adalah gaya belajar. Ada tiga gaya belajar yang dominan yaitu gaya belajar visual (berdasar penglihatan) , gaya belajar auditori(berdasar pendengaran) , dan gaya belajar kinestetik (berdasar sentuhan/gerakan) . Setiap gaya belajar ini mempunyai cara belajar yang berbeda. Prestasi akademik anak yang rendah sering kali disebabkan karena guru tidak mengerti cara mengajar yang benar, yang sesuai dengan kepribadian dan gaya belajar murid.
Sekolah pada umumnya hanya menggunakan gaya belajar visual dalam proses pembelajarannya. Hal ini sangat merugikan anak dengan gaya belajar dominan auditori dan kinestetik. Anak kinestetik, karena sering bergerak dalam belajar, akan dianggap sebagai anak nakal atau hiperaktif. Label ini akan menjadi “cap” yang bersifat negatip dan akan terus terbawa hingga anak dewasa.
Sekolah selama ini tidak pernah mengajarkan anak cara belajar yang benar melalui kurikulum “belajar cara belajar”. Sekolah hanya memberikan bahan ajar tanpa pernah mengajarkan strategi belajar yang sesuai untuk setiap gaya belajar.
Jangankan bicara kurikulum “belajar cara belajar”, kurikulum yang ada saat ini saja masih sangat amburadul. Minggu lalu saya membaca di koran bahwa KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), yang oleh sebagian besar orangtua dan guru diplesetkan menjadi Kurikulum Bingung Kabeh (kabeh dalam bahasa Jawa artinya “semua”) , ternyata tidak jadi diberlakukan setelah diujicobakan selama beberapa tahun. Yang lebih gila lagi, maaf kalau saya menggunakan kata yang kurang santun, yang menjadi kelinci percobaan adalah semua anak didik di Indonesia . Anak-anak kita yang nantinya menjadi generasi penerus yang menentukan keberhasilan dan kemajuan bangsa Indonesia. KBK sudah saatnya diganti menjadi KAK. Apa itu?
Kurikulum Ajur Kabeh atau Kurikulum Hancur Semua. Hal lain yang juga sangat disayangkan adalah sekolah, pada umumnya, tidak tahu bahwa sebenarnya semua bidang studi dapat digolongkan menjadi empat kategori yaitu kategori bahasa, konsep, kombinasi, dan hapalan.
Setiap kategori ini menuntut teknik atau strategi belajar yang berbeda.
Murid atau anak yang tidak tahu strategi belajar untuk setiap kategori akan mengalami kesulitan belajar yang berakibat pada pencapaian prestasi akademik yang rendah. Pencapaian prestasi akademik yang rendah akan membuat anak yakin bahwa ia adalah anak yang “bodoh”. Apabila pencapaian prestasi rendah berlangsung berulang kali maka dapat dipastikan anak benar-benar menjadi bodoh, sebenarnya bukan karena anak bodoh namun lebih karena mereka percaya bahwa mereka “bodoh”.
Selain perlu mengajar anak strategi belajar untuk setiap kategori anak juga perlu belajar cara membaca yang benar, cara mencatat yang benar, cara menghitung yang benar, dan cara menghapal yang benar. Ini adalah bagian dari keterampilan belajar yang harus dikuasai anak, yang sayangnya tidak pernah diajarkan di sekolah.
Langkah selanjutnya adalah mengajarkan anak strategi yang tepat untuk mengerjakan soal ujian. Mengapa? Karena setiap tipe soal menuntut cara pengerjaan yang berbeda. Misalnya soal pilihan ganda, menjawab singkat, menjodohkan, esai, dan soal cerita.
Selain perlu mengembangkan kecakapan di aspek akademik, anak juga perlu mengembangkan kecakapan lain yang sesuai dengan bakat dan minat. Untuk mudahnya orangtua dapat membantu anak mengembangkan hobi anak.
Fase kritis selanjutnya adalah saat anak di SMA. Pada masa ini orangtua harus bisa membantu anak dalam merencanakan hidup. Penetapan tujuan hidup, walaupun belum bisa dilakukan secara final pada usia remaja, akan sangat menentukan jurusan yang dipilih saat di kelas 2 SMA.
Pada banyak kasus, sering kali orangtua memaksakan kemauan mereka terhadap anak tanpa pernah mengindahkan pikiran dan suara hati anak.
Orangtua sering kali merasa tahu semua yang terbaik bagi anak mereka.
Pemaksaan kemauan ini semakin diperburuk oleh kerangka berpikir atau paradigma yang sudah usang, yang dijadikan pijakan berpikir para orangtua. Seringkali orangtua berusaha mewujudkan impian mereka, yang tidak dapat mereka capai saat mereka masih muda, melalui anak mereka.
Pada masa remaja (SMA) orangtua sebaiknya membantu anak untuk “melihat” masa depan, khususnya dalam aspek karir atau pekerjaan. Ada empat kuadran yang bisa dimasuki anak. Ada kuadran pegawai/karyawan, kuadran pengusaha, kuadran pemilik usaha, dan kuadran investor.
Setiap kuadran mempunyai aturan main yang sangat berbeda dan membawa konsekwensi yang juga berbeda. Tidak tepat bagi kita, selaku orangtua, untuk menentukan kuadran mana yang harus dimasuki anak saat mereka selesai kuliah. Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan menyiapkan mereka sebagai pembelajar seumur hidup, yang senantiasa berkembang, yang akan mampu beradaptasi dengan berbagai situasi yang dihadapi.
Semua ini bisa dilakukan anak bila pondasi hidupnya kokoh, bila konsep dirinya kuat dan positip, bila anak merasa dirinya berharga dan layak untuk sukses, dan anak tahu apa yang ia inginkan dalam hidupnya.
Dengan pondasi hidup yang kokoh maka anak akan dapat mengembangkan potensinya secara maksimal. Potensi yang merupakan anugerah dari Tuhan yang dibawa anak sejak lahir. Potensi yang akan menjadi kekuatan dan batu pijakan anak untuk meraih keberhasilan hidup di bidang apa saja.
2.3 Kriteria pola belajar anak itu
Karakteristik Gaya Belajar
Visual
Gaya, Belajar melalui pengamatan: mengamati peragaan
Membaca, Menyukai deskripsi, sehingga seringkali ditengah-tengah membaca berhenti untuk membayangkan apa yang dibacanya.
Mengeja, Mengenali huruf melalui rangkaian kata yang tertulis
Menulis, Hasil tulisan cenderung baik, terbaca jekas dan rapi.
Ingatan, Ingat muka lupa nama, selalu menulis apa saja.
Imajinasi, Memiliki imajinasi kuat dengan melihat detil dari gambar yang ada.
Distraktibilitas, Lebih mudah terpecah perhatiannya jika ada gambar.
Pemecahan, Menulis semua hal yang dipikirkan dalam suatu daftar.
Respons terhadap periode kosong aktivitas, Jalan-jalan melihat sesuatu yang dapat dilihat.
Respon untuk situasi baru, Melihat sekeliling dengan mengamati struktur.
Emosi, Mudah menangis dan marah, tampil ekspresif
Komunikasi, Tenang tak banyak bicara panjang, tak sabaran mendengar, lebih banyak mengamati.
Penampilan, Rapi, paduan warna senada, dan suka urutan.
Respon terhadap seni, Apresiasi terhadap seni apa saja yang dilihatnya secara mendalam dengan detil dan komponen, daripada karya secara keseluruhan.
Auditori
Gaya, belajar melalui instruksi dari orang lain
Membaca, Menikmati percakapan dan tidak memperdulikan ilustrasi yang ada
Mengeja, Menggunakan pendekatan melalui bunyi kata
Menulis, Hasil tulisan cenderung tipis, seadanya
Ingatan, ingat nama lupa muka,ingatan melaui pengulangan.
Imajinasi, Tak mengutamakan detil, lebih berpikir mengandalkan pendengaran.
Distraktibilitas, Mudah terpecah perhatiannya dengan suara.
Pemecahan, Pemecahan masalah melalui lisan.
Respons terhadap periode kosong aktivitas, Ngobrol atau bicara sendiri.
Respon untuk situasi baru, Bicara tentang pro dan kontra.
Emosi, Berteriak kalau bahagia, mudah meledak tapi cepat reda, emosi tergambar jelas melalui perubahan besarnya nada suara, dan tinggi rendahnya nada.
Komunikasi, Senang mendengar dan cenderung repetitif dalam menjelaskan.
Penampilan, Tak memperhatikan harmonisasi paduan warna dalam penampilan.
Respon terhadap seni, Lebih memilih musik. Kurang tertarik seni visual, namun siap berdiskusi sebagai karya secara keseluruhan,tidak berbicara secara detil dan komponen yang dilihatnya.
Kinestetik
Gaya, Belajar melalui melakukan sesuatu secara langsung
Membaca, Lebih memiliki bacaan yang sejak awal sudah menunjukkan adanya aksi.
Mengeja, Sulit mengeja sehingga cenderung menulis kata untuk memastikannya
Menulis, Hasil tulisan "nembus" dan ada tekanan kuat pada alat tulis sehingga menjadi sangat jelas terbaca.
Ingatan, Lebih ingat apa yang sudah dilakukan, daripada apa yang baru saja dilihat atau dikatakan.
Imajinasi, Imajinasi tak terlalu penting, lebih mengutamakan tindakan/kegiatan.
Distraktibilitas, Perhatian terpecah melalui pendengaran
Pemecahan, Pemecahan masalah melalui kegiatan fisik dan aktivitas.
Respons terhadap periode kosong aktivitas, Mencari kegiatan fisik bergerak.
Respon untuk situasi baru, Mencoba segala sesuatu dengan meraba, merasakan dan memanipulasi.
Emosi, Melompat-lompat kalau gembira, memeluk, menepuk, dan gerakan tubuh keseluruhan sebagai luapan emosi.
Komunikasi, Menggunakan gerakan kalau bicara, kurang mampu mendengar dengan baik.
Penampilan, Rapi, namun cepat berantakan karena aktivitas yang dilakukan
Respon terhadap seni, Respons terhadap musik melalui gerakan. Lebih memiliki patung, melukis yang melibatkan aktivitas gerakan.
Mereka tidak membutuhkan perkataan panjang lebar, tetapi cukup mencontoh perbuatan orangtua. Hadiah cukup dengan senyum lebar, dan ekspresi orangtua terhadap kegiatan mereka.
Peraturan bagi orang tua :
1. Sadari tipe gaya belajar anak. Tipe kinestetik, visual, auditori atau kombinasi.
2. Sadari tipe gaya belajar diri. Orangtua bisa saja memiliki gaya belajar berbeda dengan anaknya.
3. Penuhi anak dengan kesempatan agar dia berhasil dalam modalitas yang dimilikinya.
4. Disiplin dan beri hadiah sesuai dengan gaya belajarnya.
5. Selalu melihat posisi terbaik yang dimiliki anak untuk dikembangkan.
6. Bantulah anak menggunakan strategi modalitas untuk menguasai berbagai keterampilan

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bedasarkan keterangan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa orang tua wajib mengetahui pola belajar anak karena dengan orang tua mengetahui pola belajar anak maka dengan kata lain akan membuat anak bahagia karena respons yang diberikan orang tua terhadap kebutuhannya tepat. Pola belajar anak juga terbentuk melaui pengalaman yang ia dapat dan pengaruh lingkungan itu sendiri.
3.2 Saran
Penulis memberikan kepada pembaca khusus nya terhadap para orang tua agar mengetahui dan memperhatikan pola belajar sang anak. Agar kelak dikemudian hari generasi penerus bangsa akan memiliki kualitas SDM yang minimal setaraf dengan negara-negara maju lainnya.
Penulis juga memberikan saran agar sebagai generasi penerus bangsa tentunya tak ingin menjadi negara yang selalu tertinggal. Untuk itu generasi penurus lebih giat lagi mengemban amanah orang tua salah satunya yaitu belajar.

DAFTAR PUSTAKA

http://leman.or.id/anakku/bantu-belajar.html
http://nilnaiqbal.wordpress.com/2008/04/04/bagaimana-gaya-belajar-anak-anda/
http://www.pustakanilna.com/2007/11/05/mengamati-gaya-belajar-anak/
http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3659&Itemid=61

0 comments:

Post a Comment

Welcome to My Blog

Popular Post

Blogger templates

My Blog List

Sample text

Pageviews past week

shoutbox zone


ShoutMix chat widget

clock link

Software Download Computer Tips

flag counter zone

free counters

Ads Header

Followers

About Me

Followers

Friends

Blog Archive

Download Software Tips Komputer

Ajari aku ‘tuk bisa Menjadi yang engkau cinta Agar ku bisa memiliki rasa Yang luar biasa untukku dan untukmu

web counter zone

Best Free Cute WordPress Themes

Hiya!

Welcome to Cutie Gadget, the place that love to post Cute Gadgets and Cute Stuff. Today I will share you my findings about Cute Wordpress Themes. These themes are really good if you create Cute themed Blog, Girls blog, Candy blog, or children blog as themes Free Cute Blog Templates really suitable for that reason. Ok, here’s the list :

pink cute themes 300x144 Best Free Cute Wordpress Themes

This Cute Candy themed Worpress template called Pink-Kupy. The color is combination of Gradation of pink, from Soft pink to vibrant pink. However, the background color is dark grey and white, they’re made to harmonised the pinky color. A really nice Pink Wordpress themes :) Free Download here

leaf cute themes 300x150 Best Free Cute Wordpress Themes

If you bored with regular Wordpress backgrond that using the usual color backgrond, then this wordpress themes is good for you.I really like the leaf green background, blended with white color. Look simple, cute and nice! Download here

greenery wordpress 300x145 Best Free Cute Wordpress Themes

The last but not the least, here is the Beautiful themes named Greenery. The color lime green, which looked really fresh and nice. I really like the tree color, looked cute because the cartoon styled drawing. Download here.

If don’t use worpdress, but using Blogger or Blogspot as your Blogging Platform, you can check out my Post about Cute Blogger Themes

Popularity: 1% [?]

Artikel Best Free Cute WordPress Themes Proudly presented by The Most Unique Gadget Blog. Please also see our sister site:Free Powerpoint Templates and Themes to get Free Powerpoint Template for school, business, medical presentation and many more!.

calender zone

facebook badge zone

Pages

my stuff and life. Powered by Blogger.

- Copyright © my zoONne -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -