Oleh SUTARTO
Nasib Program Lesson Study yang merupakan kerja sama Depdiknas dengan Japan International Corporation Agency (JICA) bisa saja terjerumus ke dalam pembaruan pendidikan yang involutif. Bagaimana mengatasinya?
Lesson Study merupakan program yang perlu dipropagandakan secara luas kepada masyarakat pendidikan, karena di dalamnya terkandung benih-benih bagi revolusi pendidikan. Saat ini Depdiknas hanya memfasilitasi program ini di tiga kabupaten. Masing-masing, Sumedang (Jawa Barat), Bantul (Yogyakarta), dan Pasuruhan (Jawa Timur).
Selama ini, berbagai usaha untuk memperbaiki kualitas pendidikan kita sering dilakukan dengan konsep dan metode asing. Tetapi usaha itu hanya menghasilkan perubahan yang bersifat teknis, seputar kurikulum, administrasi, dan metode pembelajaran. Sedangkan prinsip-prinsip dasarnya tidak berubah.
Saat penataran, guru dijejali dengan berbagai perubahan kebijakan, metode baru, dan teknis-teknis baru menyusun administrasi pembelajaran.
Sementara dialog yang menyangkut paradigma pendidikan yang dikembangkan hanya dimonopoli para "pakar". Dalam hal ini guru dianggap tidak ahli dan hanya wajib mengonsumsi produk pemikiran para "pakar" pendidikan itu. Dengan kondisi seperti ini, tingkat literasi guru sulit berkembang dan kualitas pendidikan tetap mengecewakan.
Inilah yang dinamakan "involusi", suatu perubahan yang menyangkut teknis dan aksesorinya saja, sedangkan prinsip dasarnya tidak berubah. Seperti model sepeda motor yang selalu berganti-ganti tetapi kalau hujan tetap kehujanan.
Kita boleh bangga dengan hasil-hasil pembaruan involutif ini. Tetapi awas, diam-diam proses ini bisa membangun kejenuhan yang dapat membangkitkan sikap apatis terhadap perubahan, pembangkangan, bahkan pemberontakan.
Nasib lesson study?
Sikap apatis juga menimpa Program Lesson Study. Semua pihak harus menyadari bahwa sikap ini terbangun lewat proses yang lama. Tentu pula tidak mudah untuk memulihkannya, apalagi berbarengan dengan kebijakan pemerintah yang tidak sinergis. Untuk itu, pengelola Lesson Study mesti bersabar seraya berusaha agar tidak mengikuti jejak penataran masa lalu.
Secara jujur, sebenarnya berbagai metodologi yang diimpor dari negara maju merupakan metodologi yang baik. Begitu pula Program Lesson Study (kerja sama Depdiknas-Japan International Corporation Agency/JICA) yang dilakukan melalui siklus kegiatan plan, do, dan see (merencana, melaksanakan, dan merefleksikan). JICA sendiri melakukan monitoring hingga ke basis-basis MGMP
Namun sayang sekali seandainya program ini hanya untuk gagah-gagahan dari anak bangsa bermental terjajah yang asal histeris dengan segala sesuatu yang datang dari asing, dan hanya memperoleh teknik-teknik baru yang bersifat nuansa metodologis. Itu pun mengadopsi pola-pola negara maju tanpa memahami prinsip dasar atau filosofinya.
Di dalam program Lesson Study, misalnya, masalah materi lokal ditekankan, terkesan sebagai masalah penting, padahal tanpa diberi tahu juga guru akan berpikir dengan alat dan bahan seadanya jika tidak tersedia alat-bahan pabrikan. Contoh lain, misalnya, ketika Mr. Masaaki Sato ("konsultan" dari JICA), dengan kritis, berkomentar bahwa instruksi dalam lembar kerja siswa (LKS) yang kita susun terlalu mendetail.
Bisa jadi ini juga bukan sekadar masalah teknis penyusunan LKS, melainkan ada prinsip dasar, filosofi, atau "ideologi" yang harus dibicarakan?
Dialog intensif akan mengembangkan kritisisme dan secara terus-menerus dapat meningkatkan kemandirian intelektual. Dialog ini perlu mendapat arahan yang lebih banyak daripada hal teknis lainnya. Sehingga kegiatan itu tidak menjadi rutinitas teknis semata, tetapi juga pengalaman terstruktur yang tumbuh sebagai mozaik pemikiran. Mudah-mudahan, lewat program ini, komunitas guru akan mengalami pemberdayaan di samping penguatan dalam peranannya sebagai pendidik.
Dengan keberanian melakukan evaluasi dekonstruktif secara terus-menerus, Lesson Study dapat menjadi pilihan yang tepat bagi pengembangan profesionalisme tenaga pendidik.***
Penulis, guru SMP Negeri 1 Paseh Kab. Sumedang.
Monday, November 15, 2010
”Lesson Study” dan Involusi Pendidikan Kita
Nasib Program Lesson Study yang merupakan kerja sama Depdiknas dengan Japan International Corporation Agency (JICA) bisa saja terjerumus ke dalam pembaruan pendidikan yang involutif. Bagaimana mengatasinya?
Lesson Study merupakan program yang perlu dipropagandakan secara luas kepada masyarakat pendidikan, karena di dalamnya terkandung benih-benih bagi revolusi pendidikan. Saat ini Depdiknas hanya memfasilitasi program ini di tiga kabupaten. Masing-masing, Sumedang (Jawa Barat), Bantul (Yogyakarta), dan Pasuruhan (Jawa Timur).
Selama ini, berbagai usaha untuk memperbaiki kualitas pendidikan kita sering dilakukan dengan konsep dan metode asing. Tetapi usaha itu hanya menghasilkan perubahan yang bersifat teknis, seputar kurikulum, administrasi, dan metode pembelajaran. Sedangkan prinsip-prinsip dasarnya tidak berubah.
Saat penataran, guru dijejali dengan berbagai perubahan kebijakan, metode baru, dan teknis-teknis baru menyusun administrasi pembelajaran.
Sementara dialog yang menyangkut paradigma pendidikan yang dikembangkan hanya dimonopoli para "pakar". Dalam hal ini guru dianggap tidak ahli dan hanya wajib mengonsumsi produk pemikiran para "pakar" pendidikan itu. Dengan kondisi seperti ini, tingkat literasi guru sulit berkembang dan kualitas pendidikan tetap mengecewakan.
Inilah yang dinamakan "involusi", suatu perubahan yang menyangkut teknis dan aksesorinya saja, sedangkan prinsip dasarnya tidak berubah. Seperti model sepeda motor yang selalu berganti-ganti tetapi kalau hujan tetap kehujanan.
Kita boleh bangga dengan hasil-hasil pembaruan involutif ini. Tetapi awas, diam-diam proses ini bisa membangun kejenuhan yang dapat membangkitkan sikap apatis terhadap perubahan, pembangkangan, bahkan pemberontakan.
Nasib lesson study?
Sikap apatis juga menimpa Program Lesson Study. Semua pihak harus menyadari bahwa sikap ini terbangun lewat proses yang lama. Tentu pula tidak mudah untuk memulihkannya, apalagi berbarengan dengan kebijakan pemerintah yang tidak sinergis. Untuk itu, pengelola Lesson Study mesti bersabar seraya berusaha agar tidak mengikuti jejak penataran masa lalu.
Secara jujur, sebenarnya berbagai metodologi yang diimpor dari negara maju merupakan metodologi yang baik. Begitu pula Program Lesson Study (kerja sama Depdiknas-Japan International Corporation Agency/JICA) yang dilakukan melalui siklus kegiatan plan, do, dan see (merencana, melaksanakan, dan merefleksikan). JICA sendiri melakukan monitoring hingga ke basis-basis MGMP
Namun sayang sekali seandainya program ini hanya untuk gagah-gagahan dari anak bangsa bermental terjajah yang asal histeris dengan segala sesuatu yang datang dari asing, dan hanya memperoleh teknik-teknik baru yang bersifat nuansa metodologis. Itu pun mengadopsi pola-pola negara maju tanpa memahami prinsip dasar atau filosofinya.
Di dalam program Lesson Study, misalnya, masalah materi lokal ditekankan, terkesan sebagai masalah penting, padahal tanpa diberi tahu juga guru akan berpikir dengan alat dan bahan seadanya jika tidak tersedia alat-bahan pabrikan. Contoh lain, misalnya, ketika Mr. Masaaki Sato ("konsultan" dari JICA), dengan kritis, berkomentar bahwa instruksi dalam lembar kerja siswa (LKS) yang kita susun terlalu mendetail.
Bisa jadi ini juga bukan sekadar masalah teknis penyusunan LKS, melainkan ada prinsip dasar, filosofi, atau "ideologi" yang harus dibicarakan?
Dialog intensif akan mengembangkan kritisisme dan secara terus-menerus dapat meningkatkan kemandirian intelektual. Dialog ini perlu mendapat arahan yang lebih banyak daripada hal teknis lainnya. Sehingga kegiatan itu tidak menjadi rutinitas teknis semata, tetapi juga pengalaman terstruktur yang tumbuh sebagai mozaik pemikiran. Mudah-mudahan, lewat program ini, komunitas guru akan mengalami pemberdayaan di samping penguatan dalam peranannya sebagai pendidik.
Dengan keberanian melakukan evaluasi dekonstruktif secara terus-menerus, Lesson Study dapat menjadi pilihan yang tepat bagi pengembangan profesionalisme tenaga pendidik.***
Penulis, guru SMP Negeri 1 Paseh Kab. Sumedang.
Monday, November 15, 2010
”Lesson Study” dan Involusi Pendidikan Kita
Nasib Program Lesson Study yang merupakan kerja sama Depdiknas dengan Japan International Corporation Agency (JICA) bisa saja terjerumus ke dalam pembaruan pendidikan yang involutif. Bagaimana mengatasinya?
Lesson Study merupakan program yang perlu dipropagandakan secara luas kepada masyarakat pendidikan, karena di dalamnya terkandung benih-benih bagi revolusi pendidikan. Saat ini Depdiknas hanya memfasilitasi program ini di tiga kabupaten. Masing-masing, Sumedang (Jawa Barat), Bantul (Yogyakarta), dan Pasuruhan (Jawa Timur).
Selama ini, berbagai usaha untuk memperbaiki kualitas pendidikan kita sering dilakukan dengan konsep dan metode asing. Tetapi usaha itu hanya menghasilkan perubahan yang bersifat teknis, seputar kurikulum, administrasi, dan metode pembelajaran. Sedangkan prinsip-prinsip dasarnya tidak berubah.
Saat penataran, guru dijejali dengan berbagai perubahan kebijakan, metode baru, dan teknis-teknis baru menyusun administrasi pembelajaran.
Sementara dialog yang menyangkut paradigma pendidikan yang dikembangkan hanya dimonopoli para "pakar". Dalam hal ini guru dianggap tidak ahli dan hanya wajib mengonsumsi produk pemikiran para "pakar" pendidikan itu. Dengan kondisi seperti ini, tingkat literasi guru sulit berkembang dan kualitas pendidikan tetap mengecewakan.
Inilah yang dinamakan "involusi", suatu perubahan yang menyangkut teknis dan aksesorinya saja, sedangkan prinsip dasarnya tidak berubah. Seperti model sepeda motor yang selalu berganti-ganti tetapi kalau hujan tetap kehujanan.
Kita boleh bangga dengan hasil-hasil pembaruan involutif ini. Tetapi awas, diam-diam proses ini bisa membangun kejenuhan yang dapat membangkitkan sikap apatis terhadap perubahan, pembangkangan, bahkan pemberontakan.
Nasib lesson study?
Sikap apatis juga menimpa Program Lesson Study. Semua pihak harus menyadari bahwa sikap ini terbangun lewat proses yang lama. Tentu pula tidak mudah untuk memulihkannya, apalagi berbarengan dengan kebijakan pemerintah yang tidak sinergis. Untuk itu, pengelola Lesson Study mesti bersabar seraya berusaha agar tidak mengikuti jejak penataran masa lalu.
Secara jujur, sebenarnya berbagai metodologi yang diimpor dari negara maju merupakan metodologi yang baik. Begitu pula Program Lesson Study (kerja sama Depdiknas-Japan International Corporation Agency/JICA) yang dilakukan melalui siklus kegiatan plan, do, dan see (merencana, melaksanakan, dan merefleksikan). JICA sendiri melakukan monitoring hingga ke basis-basis MGMP
Namun sayang sekali seandainya program ini hanya untuk gagah-gagahan dari anak bangsa bermental terjajah yang asal histeris dengan segala sesuatu yang datang dari asing, dan hanya memperoleh teknik-teknik baru yang bersifat nuansa metodologis. Itu pun mengadopsi pola-pola negara maju tanpa memahami prinsip dasar atau filosofinya.
Di dalam program Lesson Study, misalnya, masalah materi lokal ditekankan, terkesan sebagai masalah penting, padahal tanpa diberi tahu juga guru akan berpikir dengan alat dan bahan seadanya jika tidak tersedia alat-bahan pabrikan. Contoh lain, misalnya, ketika Mr. Masaaki Sato ("konsultan" dari JICA), dengan kritis, berkomentar bahwa instruksi dalam lembar kerja siswa (LKS) yang kita susun terlalu mendetail.
Bisa jadi ini juga bukan sekadar masalah teknis penyusunan LKS, melainkan ada prinsip dasar, filosofi, atau "ideologi" yang harus dibicarakan?
Dialog intensif akan mengembangkan kritisisme dan secara terus-menerus dapat meningkatkan kemandirian intelektual. Dialog ini perlu mendapat arahan yang lebih banyak daripada hal teknis lainnya. Sehingga kegiatan itu tidak menjadi rutinitas teknis semata, tetapi juga pengalaman terstruktur yang tumbuh sebagai mozaik pemikiran. Mudah-mudahan, lewat program ini, komunitas guru akan mengalami pemberdayaan di samping penguatan dalam peranannya sebagai pendidik.
Dengan keberanian melakukan evaluasi dekonstruktif secara terus-menerus, Lesson Study dapat menjadi pilihan yang tepat bagi pengembangan profesionalisme tenaga pendidik.***
Penulis, guru SMP Negeri 1 Paseh Kab. Sumedang.
0 comments on "”Lesson Study” dan Involusi Pendidikan Kita"
Post a Comment