Posted by : anonimus
Tuesday, October 26, 2010
Kesenian tradisional wayang kulit Palembang, Sumatera Selatan, sekarang ini sudah punah karena tidak ada lagi generasi baru yang meneruskannya. Para dalang tua yang menguasai wayang dengan dialog berbahasa khas Melayu Palembang itu sudah tiada lagi. Sementara pemerintah dan lembaga kebudayaan tidak memiliki agenda konkret untuk melestarikan kekayaan tradisi itu.
Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) R Amin Prabowo mengatakan, generasi muda tidak berminat untuk menekuni seni tradisi wayang Palembang karena dinilai kurang menarik, ketinggalan zaman, tidak menjanjikan penghasilan yang layak, serta kurang diapresiasi publik.
Wayang Palembang, yang diperkirakan tumbuh sejak pertengahan abad ke-19 Masehi, memiliki bentuk fisik dan sumber cerita yang sama dengan wayang purwa dari Jawa. Bedanya, wayang Palembang dimainkan dengan menggunakan bahasa Melayu Palembang, dan perilaku tokoh-tokohnya lebih bebas. Adapun wayang purwa menggunakan bahasa Jawa dan perwatakan tokohnya ketat dengan pakem-pakem klasik.
Kondisi wayang Palembang memang hampir mati. Pihaknya akan berusaha melestarikan dengan cara menyelamatkan aset- aset peninggalan wayang itu dalam museum. Jika sudah didukung dalang ahli, wayang tradisional itu akan dihidupkan kembali dengan melakukan pelatihan bagi yang berminat.
Wayang merupakan kekayaan seni tradisi lokal yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada tahun 2004. tim peneliti UNESCO, Karen Smith (wanita asal Australia menetap di Amerika) dan Yushi Simishu (pria asal Jepang yang menetap di Paris, markasnya UNESCO), berkunjung ke Sanggar Sri Wayang Palembang, pimpinan Agus Amiruddin, di Jl PSI Lautan, RT 10, 16 Ceklatah, 36 Ilir.
Sanggar itu sudah menjadi binaan UNESCO satu-satunya di Palembang. Tim UNESCO ke Sanggar Sri Wayang tidak sendirian. Melainkan dibarengi pimpinan Yayasan Senawangi Jakarta Sumari SSn MM, Ketua Persatuan Pendalangan Indonesia (Pepadi) pusat Eko Cipto SH, Ketua Pepadi Sumsel HR Amin Prabowo SE, Ketua Pepadi Kota Palembang Suparno Wonokromo dan wakil Murdoko Muro Carito, serta Kasubdin Kebudayaan Dinas Pariwisata Kota Palembang, Nurhayati Syafidin.
Pedalang muda dari Sanggar Sri Wayang Palembang, Wirawan (37), anak dari pedalang senior asli Palembang, Rusdi Rasyid (alm), sempat menampilkan lakon sejarah pertarungan antara Pindropuro dengan Citraksi dan Udawa. Juga ada pemain peran (wayang kulit) Jago Arit dan Joko Ketu. Semuanya nama tokoh lokal.
Tuesday, October 26, 2010
Kehilangan Penerus, Wayang Palembang Punah
Kesenian tradisional wayang kulit Palembang, Sumatera Selatan, sekarang ini sudah punah karena tidak ada lagi generasi baru yang meneruskannya. Para dalang tua yang menguasai wayang dengan dialog berbahasa khas Melayu Palembang itu sudah tiada lagi. Sementara pemerintah dan lembaga kebudayaan tidak memiliki agenda konkret untuk melestarikan kekayaan tradisi itu.
Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) R Amin Prabowo mengatakan, generasi muda tidak berminat untuk menekuni seni tradisi wayang Palembang karena dinilai kurang menarik, ketinggalan zaman, tidak menjanjikan penghasilan yang layak, serta kurang diapresiasi publik.
Wayang Palembang, yang diperkirakan tumbuh sejak pertengahan abad ke-19 Masehi, memiliki bentuk fisik dan sumber cerita yang sama dengan wayang purwa dari Jawa. Bedanya, wayang Palembang dimainkan dengan menggunakan bahasa Melayu Palembang, dan perilaku tokoh-tokohnya lebih bebas. Adapun wayang purwa menggunakan bahasa Jawa dan perwatakan tokohnya ketat dengan pakem-pakem klasik.
Kondisi wayang Palembang memang hampir mati. Pihaknya akan berusaha melestarikan dengan cara menyelamatkan aset- aset peninggalan wayang itu dalam museum. Jika sudah didukung dalang ahli, wayang tradisional itu akan dihidupkan kembali dengan melakukan pelatihan bagi yang berminat.
Wayang merupakan kekayaan seni tradisi lokal yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada tahun 2004. tim peneliti UNESCO, Karen Smith (wanita asal Australia menetap di Amerika) dan Yushi Simishu (pria asal Jepang yang menetap di Paris, markasnya UNESCO), berkunjung ke Sanggar Sri Wayang Palembang, pimpinan Agus Amiruddin, di Jl PSI Lautan, RT 10, 16 Ceklatah, 36 Ilir.
Sanggar itu sudah menjadi binaan UNESCO satu-satunya di Palembang. Tim UNESCO ke Sanggar Sri Wayang tidak sendirian. Melainkan dibarengi pimpinan Yayasan Senawangi Jakarta Sumari SSn MM, Ketua Persatuan Pendalangan Indonesia (Pepadi) pusat Eko Cipto SH, Ketua Pepadi Sumsel HR Amin Prabowo SE, Ketua Pepadi Kota Palembang Suparno Wonokromo dan wakil Murdoko Muro Carito, serta Kasubdin Kebudayaan Dinas Pariwisata Kota Palembang, Nurhayati Syafidin.
Pedalang muda dari Sanggar Sri Wayang Palembang, Wirawan (37), anak dari pedalang senior asli Palembang, Rusdi Rasyid (alm), sempat menampilkan lakon sejarah pertarungan antara Pindropuro dengan Citraksi dan Udawa. Juga ada pemain peran (wayang kulit) Jago Arit dan Joko Ketu. Semuanya nama tokoh lokal.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Tuesday, October 26, 2010
Kehilangan Penerus, Wayang Palembang Punah
Tuesday, October 26, 2010
Posted by
anonimus
Kesenian tradisional wayang kulit Palembang, Sumatera Selatan, sekarang ini sudah punah karena tidak ada lagi generasi baru yang meneruskannya. Para dalang tua yang menguasai wayang dengan dialog berbahasa khas Melayu Palembang itu sudah tiada lagi. Sementara pemerintah dan lembaga kebudayaan tidak memiliki agenda konkret untuk melestarikan kekayaan tradisi itu.
Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) R Amin Prabowo mengatakan, generasi muda tidak berminat untuk menekuni seni tradisi wayang Palembang karena dinilai kurang menarik, ketinggalan zaman, tidak menjanjikan penghasilan yang layak, serta kurang diapresiasi publik.
Wayang Palembang, yang diperkirakan tumbuh sejak pertengahan abad ke-19 Masehi, memiliki bentuk fisik dan sumber cerita yang sama dengan wayang purwa dari Jawa. Bedanya, wayang Palembang dimainkan dengan menggunakan bahasa Melayu Palembang, dan perilaku tokoh-tokohnya lebih bebas. Adapun wayang purwa menggunakan bahasa Jawa dan perwatakan tokohnya ketat dengan pakem-pakem klasik.
Kondisi wayang Palembang memang hampir mati. Pihaknya akan berusaha melestarikan dengan cara menyelamatkan aset- aset peninggalan wayang itu dalam museum. Jika sudah didukung dalang ahli, wayang tradisional itu akan dihidupkan kembali dengan melakukan pelatihan bagi yang berminat.
Wayang merupakan kekayaan seni tradisi lokal yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada tahun 2004. tim peneliti UNESCO, Karen Smith (wanita asal Australia menetap di Amerika) dan Yushi Simishu (pria asal Jepang yang menetap di Paris, markasnya UNESCO), berkunjung ke Sanggar Sri Wayang Palembang, pimpinan Agus Amiruddin, di Jl PSI Lautan, RT 10, 16 Ceklatah, 36 Ilir.
Sanggar itu sudah menjadi binaan UNESCO satu-satunya di Palembang. Tim UNESCO ke Sanggar Sri Wayang tidak sendirian. Melainkan dibarengi pimpinan Yayasan Senawangi Jakarta Sumari SSn MM, Ketua Persatuan Pendalangan Indonesia (Pepadi) pusat Eko Cipto SH, Ketua Pepadi Sumsel HR Amin Prabowo SE, Ketua Pepadi Kota Palembang Suparno Wonokromo dan wakil Murdoko Muro Carito, serta Kasubdin Kebudayaan Dinas Pariwisata Kota Palembang, Nurhayati Syafidin.
Pedalang muda dari Sanggar Sri Wayang Palembang, Wirawan (37), anak dari pedalang senior asli Palembang, Rusdi Rasyid (alm), sempat menampilkan lakon sejarah pertarungan antara Pindropuro dengan Citraksi dan Udawa. Juga ada pemain peran (wayang kulit) Jago Arit dan Joko Ketu. Semuanya nama tokoh lokal.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments on "Kehilangan Penerus, Wayang Palembang Punah"
Post a Comment